Kepada VOI MS Bercerita Bagaimana Pelecehan yang Sesungguhnya Ia Alami di KPI
Terduga korban pelecehan seksual di KPI, MS (Dokumentasi VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Sambil memeragakan gerakan salat, MS, terduga korban perundungan dan pelecehan seksual di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memanggil nama istrinya tiga kali. Badannya berguncang. Dia tak sanggup melafalkan ayat suci. Alam bawah sadarnya seperti meminta pertolongan. Adegan itu terulang lagi waktu ia sedang mandi.

"Dini, Dini, Dini [nama samaran]," kata MS menyebut nama samaran istrinya. "Reflek saya selalu meminta bantu dirinya. Minta tolong."

Efek traumatis tersebut diduga dampak akumulatif dari perundungan dan pelecehan seksual yang sudah hampir satu dekade ia alami. Para senior di tempat kerjanya memukuli, menelanjangi, mencoret kelamin, mencaci maki, memfitnah orang tua. Semua kejadian menjengkelkan itu terjadi di kantor KPI Pusat.

MS masih berjuang dalam mencari keadilan. Yang terbaru, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengeluarkan sembilan rekomendasi terkait penyelesaian kasus yang menimpa MS. Rekomendasi itu keluar setelah Komnas HAM melakukan penyelidikan.

Adapun beberapa poin rekomendasi Komnas HAM di antaranya KPI harus melindungi korban secara moril dan kebijakan. Lalu, KPI juga harus kooperatif dengan pihak Kepolisian dalam upaya mempercepat proses penegakan hukum.Selain itu, KPI harus memberi sanksi kepada pelaku dan mengeluarkan pernyataan kebijakan yang melarang adanya perundungan, pelecehan dan kekerasan di lingkungan KPI Pusat.

Untuk mengetahui cerita lengkap perjuangan MS mencari keadilan, VOI mewawancara MS di salah satu tempat di Jakarta Selatan. Ia juga didampingi kuasa hukumnya, Muhammad Mualimin.

Terduga korban pelecehan seksual di KPI, MS (Dokumentasi VOI)

Bagaimana kondisi Anda sekarang?

Adakalanya, kalau orang normal itu kan biasanya emosionalnya stabil. Tapi kalau saya itu kadang semangat kadang down. Itu saya pernah depresi sampai dua hari murung di kamar terus jadi saya mau ngapa-ngapain itu terasa sedih. Saya murung. Kecemasan itu terasa.

Dulu kan saya ke psikiater Polri, lalu saya tidak merasa nyaman. Akhirnya sekarang saya pindah ke psikiater RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Selain itu saya juga ditangani oleh psikolog di Cikini yang dibiayai oleh LBH APIK. Bahkan sebelum viral pun, saya ke psikolog, namanya dibuli hampir sepuluh tahun, saya pernah kepikiran mau bunuh diri.

Gangguan kesehatan apa yang Anda alami?

Perundungan kan 2012. Di tahun 2013 saya hampir tiap pagi mual-mual. Kemudian 2016 saya menikah, itu tetap masih begitu. Lalu istri saya menyarankan berobat ke spesialis penyakit dalam. Dokter itu menganjurkan saya agar diendoskopi. Dan hasilnya saya mengalami gastritis. Kalau kata Psikolog Zoya Amirin, saya juga mengalami psikosomatis akibat stres yang saya alami.

Masih di 2016 setelah saya menikah, saya mengalami gangguan seksual. Gara-gara stres hubungan berumah tangga agak terganggu. Jadi libido saya tak naik. Udah berobat juga ke RS Harapan Kita, sampai dokternya bingung pengantin baru kok belum pernah berhubungan intim. Singkatnya dua tahun menikah baru punya anak.

Selama dua tahun itu saya berobat ke sana ke mari. Dari ke pengobatan medis sampai ke pengobatan tradisional. Bahkan saya pernah dirukiyah. Barulah setelah itu mulai membaik.

Sebelumnya ada kejanggalan itu ketika mengalami gangguan seksual. Saya kerap mengalami mimpi buruk. Mimpinya itu pembulian, pelecehan. Saking cemasnya, bahkan saya pernah gebrak tempat tidur pas mimpi buruk. Istri saya kaget. Waktu itu istri belum tahu keadaan saya.

Saking parahnya gejala kecemasan itu, pernah pas waktu saya salat saya tak sanggup membaca ayat suci, melainkan menyebut nama istri saya. Kejadian serupa terjadi waktu saya mandi. Alam bawah sadar saya itu selalu meminta pertolongan. Hal itu membuat saya reflek memanggil orang terdekat saya, yaitu istri saya. Melihat kejadian itu istri saya sampai nangis.

Berlangsung hampir sedekade, bagaimana sebenarnya lingkungan kerja di KPI?

Awal masuk kan saya di Divisi Analis Pemantauan Isi Siaran di sana ada karyawan laki-laki dan perempuan. Itu enggak masalah, enggak ada becandaan ceng-cengan sampai berbiacara kasar. Aman.

Lalu ketika 2012, saat saya pindah ke Divisi Visual Data, di sana 16 orang ini laki-laki semua. Ini seperti masuk ke lingkungan  "anak STM". Berbicara kotor dan segala umpatan kelamin dan binatang keluar seperti hal lazim. Bukan hanya bercandaan verbal, saya juga waktu itu lagi kerja pernah tiba-tiba dikarungin.

Apa pemicu dari 'becanda' berlebihan itu?

Triger yang pertama adalah perbedaan kontrak. Ketika 2012, waktu saya masuk itu ada orang enggak welcome. Di visual data itu ada dua shift pagi dan malam, sampai 2014. Ketika saya shift malam itu ada lima orang termasuk saya. Empat orang ini sebenarnya sudah enam bulan lebih senior dari saya.

Di visual data itu dulu ada pemotongan gaji sekian persen awalnya. Setelah enam bulan baru disamakan. Tapi ketika saya baru masuk tiga bulan, ada kebijakan baru, sehingga gaji saya disamakan dengan yang lain. Dari situlah mungkin kecemburuan sosial muncul.

Terlihat dari setelah itu saya dijauhin, terus diintimidasi, suru beli makan. Ini beda ya antara orang nitip atau disuru-suru. Kalau nitip kan misalnya ada ucupan minta tolong, ada izin dulu. Tapi langsung 'Bro beliin gue makanan dong.'

Menurut keterangan terlapor Anda sering titip beli makan juga, benarkah?

Enggak ada sama sekali (nitip makan). Saya melulu yang beliin mereka makan. Jadi mas, mereka itu ibaratnya superior, enggak ada namanya ganti-ganti beli makan. Saya pikir itu penyangkalan dari pihak terlapor.

Ada korban perundungan lain?

Korban lainnya HS. Di visual data yang jadi bulan-bulanan itu saya sama HS. Dia itu orangnya pendiem, enggak maun bilang.

Terlapor pelecehan seksual itu pernah membuka baju HS dan diputer-puter. Dia enggak berani ngelawan sambil bilang 'Udah biarain aja deh biar Tuhan yang bales.' Terus saya bilang 'ini di dunia bro bukan di akhirat.' Dia lebih cari aman.

Terus ada lagi AC. Dia di divisi analis pemantauan. Jadi ceritanya, dia baru masuk enggak ada bangku di ruangannya. Ia lantas mengambil bangku baru di ruangan divisi visual data. Dia pun diintimidasi, disuru-suru bikin kopi, bikin teh. Padahal ada office boy sebenarnya. Padahal dari posisi kerja juga setara tingkatannya.

Memang sejak awal itu, saya juga pernah dapat salah dari senior 'welcome to the jungle'. Saya bingung itu maksudnya apa. Ternyata baru sadar kalau di situ hukum rimba. Khususnya di divisi visual data.

Di situ, pernah ada satu karyawan baru. Dia perempuan. Dia cuma kuat kerja satu bulan. Abis itu resign karena enggak kuat. Soal ada korban lain ini bahkan Komnas HAM juga sudah mengamini. Ada korban lain katanya.

Siapa saja orang-orang yang pernah merundung di KPI?

Total ada sepuluh orang yang merundung saya. Pertama IP ini belum saya masukkan rilis. Lalu AR, dia yang nyuru-nyuru korban AC untuk bikin kopi. Ada SG, TS, satu lagi sudah resign. Itu mereka di luar dari lima orang yang terlapor ya.

Secara posisi sama sebenarnya. Cuma beberapa masa kerjanya lebih lama. Lebih senior. Misalnya saja SG itu beda satu tahun sama saya masa kerjanya. Dan lagi ruangan itu menurut mereka sudah seperti milik mereka dan seperti alergi melihat orang baru.

Terlapor bilang ini hoaks, tanggapan Anda?

Gimana bisa jadi hoaks orang udah ada surat rekomendasi dari Komnas HAM, saya juga sudah ke psikiater, ke psikolog taman sari, itu semua ada buktinya ilmiah. Bagaimana mau disebut hoaks?

Saya ke psikiater, forensik, udah menyatakan saya itu anxiety disorder. Saya mengalami gangguan kecemasan. Kedua saya divonis mengalami depresi. Psikolog dari LPSK bilang saya PTSD.

KPI bentuk tim investigasi, sudah ada progres yang dirasakan?

Tanggal 16 November tim tersebut dibentuk. Sekitar seminggu kemudian ada dari LSM Konde wawancara. Terus hari Sabtunya, Mbak Dian, Ketua Tim Investigasi, datang ke rumah dan mewawancarai saya dan ibu saya.

Benarkah ada bujukan damai dari terlapor maupun pihak KPI?

Tanggal 8 September yang ada gagasan dari KPI untuk perjanjian damai. Saya dihubungi staff legal KPI namanya Mico, diminta datang jam 10:00, tapi hari itu saya ke Komnas HAM dan LPSK, saya baru bisa datang sore. Ketika saya datang, saya dibawa oleh Staf KPI bernama Mico ke ruangan pengaduan penyiaran di lantai satu.

Ketika itu (di ruangan) sudah ada para terlapor, lalu salah satu perwakilan terlapor berinisial RM mendatangi saya, tanpa salam atau bertanya kabar, dia langsung berbicara dengan nada menakut-nakuti saya bahwa terlapor lain berinisial SG mengalami depresi akibat saya viralkan kasus ini akibat dikecam dan di-bully netizen.

Lalu dia (RM) mengeluh bahwa online shop isterinya hancur karena di-bully netizen. Dia ingin menempatkan saya seolah diposisi orang yang bersalah. Akhirnya di hadapan dia juga saya menangis, saya bilang ke dia "Apa lo juga enggak kasihan sama gue sudah di-bully bertahun-tahun?"

Lalu salah satu terlapor berinisial EO mengancam akan melaporkan balik. Terus RM juga menakut-nakuti saya bahwa dia punya backingan orang KSP (Kantor Staff Presiden) walaupun enggak tau siapa backingan dia di KSP, jadi saya didesak mau enggak mau harus berdamai dengan mereka dan ada syaratnya.

erduga korban pelecehan seksual di KPI, MS (Dokumentasi VOI)

Jadi saat itu saya dibawa lagi ke ruangan Humas KPI oleh para terduga pelaku tanpa staff KPI untuk perjanjian damai dan perjanjian ini disodorkan oleh para terduga pelaku RM dan TK sementara empat terduga pelaku lain menunggu di luar ruangan menjaga pintu. Saya dibaik-baikin dulu sama terduga pelaku sebelum perjanjian damai, saya dipesankan mie instant dan teh manis.

Habis itu (selesai makan dan minum) saya disuruh tanda tangan surat perjanjian damai yang isinya: Pertama saya harus mencabut laporan ke polisi, Komnas HAM dan LPSK. Poin kedua isinya para terlapor tidak akan melaporkan balik saya. Yang ketiga adalah saya harus membuat rilis ulang lagi dan memulihkan nama baik mereka dan saya harus menyatakan bahwa kejadian itu pelecehan seksual dan bully terhadap saya tidak pernah benar-benar terjadi.

Saya diminta melakukan konferensi pers untuk menjelaskan bahwa rilis yang viral dan pengakuan saya akibat PTSD saya kumat sehingga saya halusinasi dan menulis yang enggak-enggak. Lalu saya ditinggalkan di dalam ruangan oleh RM dan TK untuk berfikir agar melakukan tanda tangan. Saat itu saya berfikir kok jadi begini sih, padahal ini fakta. Akhirnya saya memutuskan menolak menandatangani surat tersebut.

Anda juga aktif sebagai dosen. Benarkah ada campur tangan terlapor dalam proses Anda menjadi dosen?

Saya memang mengajar, jadi sehabis dari kerja di KPI, magribnya saya baru mengajar di salah satu universitas swasta di Jakarta. Justru yang memberikan rekomendasi saya mengajar itu bukan terlapor, tapi di luar orang KPI sekarang. Orang yang merekomendasikan saya itu memang dulu pernah kerja di KPI bagian visual data, senior saya dulu tapi sudah enggak di KPI lagi, dia sudah resign dan menjadi dosen.

Dia lah yang berjasa mengajak saya ikut mengajar menjadi, bukan salah satu terlapor. Yang ada salah satu terlapor adalah lulusan universitas itu, tapi bukan dia yang mengajak atau atas rekomendasi dia.

Persoalan sebetulnya tentang kasus lempar tas bagaimana?

Konteks Bully lempar tas karena nagih hutang. Jadi yang melempar tas saya itu si TK. Karena awalnya dia mengejek, terus saya balas menagih hutang ke dia karena kebetulan dia memang punya hutang ke saya. Jadi ejekannya saya balas "Lo mana katanya janji mau bayar hutang ke gua?".

Nah saat dia saya tagih itu di ruangan kerja jadi terdengar sama kawan-kawan lain dan TK akhirnya malu, ya lalu tas saya di lempar. Akhirnya dia bayar hutang, tapi sejak itu dia masih membully dengan melempar tas saya ke esokan harinya.

Pelecehan seksual dan perundungan bisa menimpa siapa saja tak pandang gender. Bagaimana tanggapan Anda?

Tanggapan MS bahwa korban pelecahan seksual dan bullying tidak memandang gender dan bisa menimpa siapa saja. Banyak orang salah persepsi bahwa lelaki itu harus kuat, lelaki itu harus maskulin, harus tegar, tapi kita kan punya hati, punya sisi emosional, punya pikiran yang juga bisa terganggu. Laki-laki maupun perempuan bisa saja mengalami pelecehan seksual.

Tapi memang lebih banyak korbannya perempuan dan bersuara. Sementara laki-laki yang menjadi korban pelecehan jarang bersuara karena malu. Mungkin banyak laki-laki yang mengalami hal seperti saya, tetapi akibat malu dan stigma laki-laki harus kuat, maskulin dan lain-lain itu jarang mengungkapkannya.

Mengapa bertahan di KPI?

Banyak orang bertanya kenapa saya masih bertahan di KPI selama sepuluh tahun, apa lagi dirundung dan dilecehkan, alasan saya karena kan saya selain di KPI juga ngajar, nah saya ngajarnya pun adalah mata kuliah yang sama dengan pekerjaan saya. Jadi linier antara pekerjaan saya di KPI dengan yang saya ajarkan.

Apa harapan Anda untuk penyelesaian kasus ini?

Terhadap kepolisian, harapan saya sih polisi mempercepat rekomendasi dari Komnas HAM itu lah supaya langsung diselidiki, ini kan lagi proses penyelidikan ya.

Tanggapan kuasa hukum

Selain itu dari sisi proses hukum, VOI mewawancarai kuasa hukum MS, Muhammad Mualimin. Secara garis besar Mualimin merasa kasus ini mandek karena hasil tes kejiwaan di RS Polri masih, kabarnya, masih belum diterima polisi.

Kinerja Tim Investigasi Eksternal KPI bagaimana progresnya?

Beberapa waktu lalu mantan komisioner Komnas Perempuan yang menjadi anggota tim itu meminta keterangan saya. Saya menjelaskan semua awal mulanya dan semua kondisi MS. Belakangan ini beberapa pimpinan KPI mengeluhkan nama lembaganya menjadi jelek akibat kasus ini. Sekali lagi kami tegaskan tak ingin menjelekkan nama lembaga.

Tapi jangan sampai klien kami yang karyawan KPI, memviralkan kasusnya, terkesan disalah-salahkan karena KPI menjadi buruk.  Lalu saya berjanji kepada tim itu, kalau nama lembaga bagi kami itu tidak terlalu esensial, kalau pun dianggap penting, kami siap memulihkan nama lembaga dengan catatan kinerja tim yang baru dibentuk ini seratus persen berpihak kepada korban. Termasuk kebutuhan dan keinginan korban diakomodir. Misalnya, korban ingin pelaku dipecat. Lalu terkait pengobatan dan lain-lain KPI mau bagaimanapun harus tanggung jawab.

Pengacara MS, Muhammad Mualimin (Dokumentasi VOI)

Lalu, KPI juga tak punya mekanisme pengaduan terkait kasus pelecehan. Mereka juga terkesan tidak peduli dari awal kasus ini. Makanya kerusakan yang dialami MS ini, KPI harusnya ikut bertanggung jawab. Terakhir rekomendasi Komnas HAM, dan keinginan korban untuk pindah divisi, juga harus diakomodir.

Apa tanggapan soal Komnas HAM yang terkesan kurang mendorong pihak kepolisian?

Komnas HAM waktu itu lebih ke Polda Metro Jaya waktu itu. Kapolda Muhammad Fadil Imran ini harus memberikan atensi dan mungkin memerintahkan Kapolres Jakarta Pusat untuk memeroses lebih lanjut, tapi kalau alasannya Polres Jakpus itu karena RS Polrinya belum mengeluarkan hasil pemeriksaan, jadi mereka tidak bisa bergerak. Saya pikir Polres Jakpus harus sering-sering menanyakan ke RS Polri. Karena terakhir kali dokternya bilang perlu waktu beberapa hari untuk mengeluarkan kesimpulan akhir. Tapi dalam waktu satu bulan ini tak kunjung keluar.

*Baca Informasi lain tentang PELECEHAN baca tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

BERNAS Lainnya