Pegawai KPI Pusat Berinisial MS Pernah Laporkan Pelecehan dan <i>Bullying</i> Rekan Kantornya ke Komnas HAM
DOK ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara membenarkan adanya pelaporan dari MS, pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat atas pelecehan dan bullying yang dilakukan rekan kerjanya.

Pelaporan ini, kata dia dilakukan pada 2017 lalu melalui surat elektronik atau e-mail.

"Betul, yang bersangkutan pernah mengadu via email ke Komnas HAM sekiranya bulan Agustus-September 2017 terkait kekerasan seksual yang dialaminya," kata Beka kepada VOI, Rabu, 1 September.

Selanjutnya, Komnas HAM menyatakan ada indikasi tindakan pelanggaran dari analisa aduan yang ada. Sehingga, kata Beka, MS sebagai pelapor disarankan melaporkan pelecehan dan bullying yang dialaminya.

Beka berharap KPI dapat melakukan langkah di internal mereka. "Kemudian menindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku supaya korban mendapat keadilan dan dipulihkan," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, pria berinisial MS menyebut dirinya sebagai korban pelecehan dan perundungan atau bullying di lingkungan KPI Pusat. Pengakuan itu tersebar melalui pesan berantai pada aplikasi pesan singkat WhatsApp.

Menanggapi hal ini, KPI Pusat langsung menggelar rapat untuk mendalami perihal pengakuan tersebut.

"(Kami, red) sedang pleno dulu. Nanti ketua yang akan berikan statment," kata Komisioner KPI Pusat Mimah Susanti saat dihubungi VOI, Rabu, 1 September.

Ada pun dalam pesan berantai itu, MS menyebut sejumlah nama dan jabatan pihak-pihak yang melakukan pelecehan seksual terhadap dirinya. Selain itu pada pesan yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), dia mengaku dibully sepanjang tahun 2012-2014.

"Selama dua tahun saya dibully dan dipaksa untuk membelikan makanan bagi rekan kerja senior. Mereka bersama-sama engintimidasi yang membuat saya tak berdaya. Padahal kedudukan kami setara dan bukan tugas saya untuk melayani rekan kerja. Tapi mereka secara bersama sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh," ungkap MS pada pesan berantai tersebut.

"Sejak awal saya kerja di KPI Pusat pada 2011, sudah tak terhitung berapa kali mereka melecehkan, memukul, memaki, dan merundung tanpa bisa saya lawan. Saya sendiri dan mereka banyak. Perendahan martaba saya dilakukan terus menerus dan berulang ulang sehingga saya tertekan dan hancur pelan pelan," imbuhnya.

MS mengaku dilecehkan secara seksual hingga akhirnya membuat mentalnya terganggu karena stres. Bahkan, pengakuannya, dia kerap berteriak sendiri akibat kejadian tersebut.

"Pelecehan seksual dan perundungan tersebut mengubah pola mental, menjadikan saya stres dan merasa hina, saya trauma berat, tapi mau tak mau harus bertahan demi mencari nafkah. Harus begini bangetkah dunia kerja di KPI? Di Jakarta?" kata MS.

Puncaknya, pada 2016 dia sering sakit akibat stres dan ujungnya dia didiagnosa mengalami hipersekresi cairan lambung.

MS mengaku pernah pergi ke Polsek Gambir untuk membuat laporan polisi. Hanya saja, pihak kepolisian tak menerima aduannya.

Ia juga pernah mengadukan tindakan tersebut pada atasannya. Tapi, pengaduan itu hanya berbuah pemindahan ruang kerja.

Sementara saat mengadukan pelecehan dan perundungan tersebut ke Komnas HAM, secara tegas disimpulkan tindakan para koleganya itu adalah bentuk kejahatan dan MS disarankan melapor ke pihak kepolisian.

Meski mengaku mendapat perundungan dan pelecehan, MS mengaku masih bekerja di KPI Pusat. Selain karena faktor kebutuhan, ia juga memahami kondisi pandemi COVID-19 akan membuat dirinya sulit mencari pekerjaan.

"Dan lagi pula, kenapa saya yang harus keluar dari KPI Pusat? Bukankah saya korban? Bukankah harusnya para pelaku yang disanksi atau dipecat sebagai tanggung jawab atas perilakunya? Saya benar, kenapa saya tak boleh mengatakan ini ke publik," tegasnya.

"Perundungan dan pelecehan seksual yang saya alami sungguh membuat tidak kuat bekerja di KPI Pusat. Tapi saya tidak ingin menambah jumlah pengangguran di negara ini," imbuh MS.