Bu Risma, Tuhan Juga Memberi Otak dan Nurani untuk Saling Memahami Tidak Semua dari Kita Sama Meski Harusnya Setara
Mensos Tri Rismaharini (Sumber: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Sosial Tri Rismaharini menuai kritik setelah memaksa seorang penyandang tunarungu untuk bicara. Risma bilang Tuhan memberikan mata, telinga, dan mulut kepada kita untuk dimaksimalkan penggunaannya. Iya. Kepada tunarungu Risma mengatakan itu. Risma sepertinya perlu tahu Tuhan juga memberikan kita otak dan nurani untuk saling memahami tidak semua dari kita sama meski jelas semua harus setara. 

"Tuhan itu memberikan mulut, memberikan telinga, memberikan mata kepada kita. Yang ingin Ibu ajarkan kepada kalian, terutama anak-anak, yang dia menggunakan alat bantu dengar, sebetulnya tidak mesti dia bisu. Sebetulnya tidak mesti bisu. Jadi karena itu kenapa Ibu paksa kalian untuk bicara. Ibu paksa memang, supaya kita bisa maksimal, memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita," tutur Risma dalam video yang diunggah akun YouTube Kemensos.

Pertemuan Risma dan penyandang tunarungu itu terjadi di peringatan Hari Disabilitas Internasional, Rabu, 1 Desember. Risma awalnya mengunjungi sejumlah stand pameran yang memajang karya anak-anak difabel. Risma kemudian berhenti di stand lukisan penyandang tunarungu. Setelah si penyandang tunarungu menyelesaikan lukisannya, Risma meminta ia naik ke panggung. Ada dua anak: Anfiln dan Aldi.

Risma dalam peringatan Hari Disabilitas InternasionaI (Sumber: Istimewa)

Anfil adalah penyandang disabilitas mental dan rungu. Ia diminta menyampaikan patah-patah kata untuk Risma secara langsung. Anfil pun berbicara. Sementara, Aldi yang merupakan penyandang disabilitas autisme dan gangguan komunikasi turut diminta berbicara. Tapi Aldi geming. Permintaannya tak terjawab, Risma kemudian mengatakan:

Kamu sekarang Ibu minta bicara enggak pakai alat. Kamu bicara Aldi ... Bisa kamu bicara.

Sikap Risma kemudian direspons oleh penyandang disabilitas tunarungu bernama Stefan. Stefan adalah pria yang muncul dalam banyak potongan video beredar. Stefan berupaya menjelaskan pada Risma soal pentingnya alat bantu dengar bagi penyandang tunarungu. Stefan bahkan menyebut pentingnya alat bantu dengar seperti harta.

"Ibu, saya harap sudah mengetahui tentang CRPD bahwasannya anak tuli itu memang menggunakan alat bantu dengar, tetapi tidak untuk dipaksa berbicara," kata Stefan.

Risma kemudian menjawab Stefan dengan petuah 'pintar dan berwawasan' bahwa ia ingin penyandang disabilitas memaksimalkan penggunaan anggota tubuh yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. "Jadi karena itu kenapa Ibu paksa kalian untuk bicara Ibu paksa memang, supaya kita bisa memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita. Mulut, mata, telinga," kata Risma.

"Ibu ingin coba berapa kemampuan terutana anak untuk memaksimalkan telinganya, mulutnya, tidak boleh menyerah stefan, tidak ada kata menyerah ... Tidak boleh berhenti. Kamu boleh belajar boleh tetap gunakan bahasa isyarat, tetapi Stefan, ibu pingin melatih kalian semua untuk tidak menyerah," kata Risma yang dengan kata-kata bijaksana melebihi Mario Teguh.

Kehidupan penyandang disabilitas di Indonesia

Ilustrasi foto (Nguyen Minh/Unsplash)

Di Indonesia, ada sekitar 34 juta penyandang disabilitas. Angka ini didapat lewat Survei Sosial Ekonomi Nasional (Sensusnas) 2020.

Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Gufroni Sakaril mengatakan masih banyak diskriminasi terhadap para difabel. Misalnya saja rasio kesempatan bagi difabel bekerja di instansi pemerintah ataupun kantor swasta yang masih minim.

"Harapan satu persen penyandang disabilitas bisa terserap dalam pekerjaan, tapi yang terwujud angkanya masih kecil, hanya 0,0 persen sekian," kata Gufron, dikutip CNN Indonesia, Kamis, 2 Desember.

Memperbaiki pemahaman stakeholder soal kondisi nyata para penyandang disabilitas barangkali jadi pekerjaan berat pertama. Bagaimana bisa menciptakan kehidupan setara jika pembuat kebijakan tak sadar, gagal memahami perbedaan antara "sama" dan "setara."

Para disabilitas adalah orang-orang yang hidup dalam kondisi khusus. Tak mungkin memosisikan mereka sama dengan orang-orang non-disabilitas.

Itulah kenapa disabilitas membutuhkan aspek-aspek pendukung dalam berkehidupan dan bermasyarakat. Dari undang-undang, misalnya.

Ada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam UU itu mewajibkan pemerintah daerah, pemerintah pusat, BUMN, dan BUMD memekerjakan paling sedikit 2 persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.

UU itu dibuat sebagai aspek pendukung untuk para penyandang disabilitas memeroleh kesetaraan. Dan jadi tak heran kenapa UU ini jadi seperti kertas kosong jika melihat pemahaman Risma, Menteri Sosial tentang kondisi para difabel.

Ilustrasi foto (Sigmund/Unsplash)

Gufron mengatakan saat ini serapan pekerja penyandang disabilitas di BUMN atau instansi pemerintah hanya 0,001 persen. Angka itu jauh lebih rendah di perusahaan swasta.

"Kita butuh advokasi agar mereka memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas sehingga mereka bisa bekerja dan produktif," kata Gufron.

Gufron dalam kesempatan itu meminta Kemensos memberdayakan penyandang disabilitas agar kualitikasi dan kemampuan mereka meningkat. Hal ini penting untuk memberdayakan mereka di pasar pencari kerja ataupun di dunia kerja.

"Kemensos agar mengadakan pendidikan dan juga membuka seluas-luasnya formasi untuk penyandang disabilitas, memberikan program peningkatan kualifikasi, pendidikan, meningkatkan pengalaman dan pelatihan hingga ada sertifikat kerja," ujarnya.

Di luar dimensi perundang-undangan serta implementasinya di dunia kerja, kita bahas soal fasilitas khusus pendukung kaum disabilitas. Fasilitas-fasilitas ini ada dan dibutuhkan karena kesadaran bahwa kita tak sama namun kesetaraan harus dicapai.

Blogger dan juru kampanye disabilitas, Kerry Thompson menjelaskan kenapa aksesibilitas sangat penting baginya dan banyak penyandang disabilitas lain di dunia. Thompson sendiri adalah penderita Muscular Dystrophy sehingga harus menggunakan kursi roda.

"Berapa banyak yang kita semua ketahui tentang aksesibilitas bagi penyandang disabilitas? Saya tahu mengapa akses penyandang cacat sangat penting bagi saya. Saya menderita Muscular Dystrophy dan menggunakan kursi roda bertenaga."

"Itu berarti saya memerlukan akses ke toilet changing places karena saya memerlukan kerekan. Dan untuk masuk ke gedung saya memerlukan akses landai atau rata. Saya menggunakan situs web dan Aplikasi AccessAble untuk menemukan tempat dengan fasilitas ini," tertulis dalam situs web accessable.co.uk, yang mendukung kesetaraan aksesibilitas bagi disabilitas.

Thompson bahkan menjelaskan bahwa kebutuhan kaum disabilitas bisa sangat spesifik dan berbeda. Misalnya dia. Kebutuhannya sangat berbeda dengan pengguna tongkat atau kaum disabilitas yang memiliki gangguan penglihatan.

Situs ini juga melakukan survei kecil-kecilan dengan mewawancarai sejumlah penyandang disabilitas lain dengan kebutuhan khusus yang berbeda. Hasilnya secara umum adalah kebijakan yang inklusi, yang artinya tak hanya berfokus pada satu golongan namun mempertimbangkan hajat hidup semua golongan, termasuk para penyandang disabilitas.

Dan itu hanya bisa didapat ketika kita semua sadar dan paham bahwa tak semua dari kita sama. Bahkan penyandang disabilitas satu dan lainnya memiliki perbedaan kebutuhan. Jika kita masih terjebak dalam kerangka berpikir naif, yang bijak namun kosong, bahwa kita semua punya kesempatan dan kemampuan yang sama, selamanya kita tak akan mencapai kesetaraan.

"Kurangnya aksesibilitas terkadang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pemahaman. Tanpa mengalami pergumulan sehari-hari yang dihadapi penyandang disabilitas secara langsung, maka ini bukanlah urgensi untuk membuat perubahan yang signifikan. Segala sesuatu mulai dari pendidikan, transportasi, pekerjaan, bahkan perumahan jika akses penyandang disabilitas tidak ada, kami tidak dapat mengakses dan menikmatinya."

"Saat memikirkan tentang aksesibilitas, ini bukan hanya tentang penyandang disabilitas itu sendiri. Ini tentang keluarga, teman, pengasuh dan semua di sekeliling kita. Tempat yang menyesuaikan lingkungan dengan akses yang lebih inklusif dapat mencakup tindakan paling sederhana, dengan mempertimbangkan semua gangguan."

*Baca Informasi lain soal BERITA NASIONAL atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.

BERNAS Lainnya