Bagikan:

JAKARTA - Terjadi perseteruan antara Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali dan beberapa atlet bulu tangkis Indonesia. Sebelumnya, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini juga dihadapkan dalam posisi berseberangan dengan penyandang disabilitas. Mundur lagi, ada Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah yang kebijakannya kontra dengan kepentingan pekerja. Pemerintahan macam apa ini. Menteri-menteri kerja untuk apa? Untuk siapa?

Atlet bulu tangkis Indonesia berhasil menyabet Piala Thomas. Gelar kemenangan ini merupakan ke-14 kalinya. Terakhir Indonesia memenangkan Piala Thomas pada 2002. Indonesia berhasil menang 3-0 atas China.

Kemenangan tersebut begitu membanggakan masyarakat Indonesia. Para atlet sangat bersusah payah untuk mendapatkan kemenangan tersebut dengan melawan berbagai atlet dari negara-negara yang tidak kalah hebatnya.

Tidak heran, kemenangan tersebut tentunya layak diberi apresiasi, baik apresiasi pujian maupun bentuk apresiasi lainnya; bonus. Sejumlah atlet bulu tangkis yang berhasil membawa Piala Thomas 2020 untuk Indonesia, seperti Jonatan Christie dan Fajar Alfian mengeluarkan sindiran melalui media sosial.

"Terima kasih 'apresiasinya'. Jadi inget dulu ada di salah satu scene film King perkataan tentang 'piala itu isinya kosong.' Dan ternyata sekarang pun dianggap seperti itu," kata Jonatan Christie di akun Twitter pribadinya.

Sindiran tersebut kemudian viral di media sosial. Bahkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) mendapat desakan agar memberikan bonus kepada tim Piala Thomas 2021 meski sebelumnya tidak ada janji dari pemerintah terkait bonus di Piala Thomas 2020.

Menpora Zainudin Amali merespons sindiran-sindiran itu dengan mengatakan pemberian bonus dari pemerintah untuk atlet tidak seperti belanja di warung yang proses mengeluarkan uang begitu cepat. Amali meminta masyarakat bisa memahami bagaimana birokrasi yang harus dilalui pemerintah demi bisa merealisasikan bonus atlet.

Menpora Zainudin Amali (Sumber: Antara)

"Saya harus hati-hati, kami tidak mau mengeluarkan uang yang kemudian menjadi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) di kemudian hari," kata Menpora Amali, Sabtu 4 Desember, dikutip dari artikel VOI berjudul Respons Sindiran Soal Bonus Piala Thomas, Menpora: Tak Seperti Belanja di Warung.

"Tentu ini tidak seperti belanja di warung, pengelolaan negara itu harus hati-hati, harus jelas betul. Kalau ini uang pribadi saya tidak masalah, tapi ini bukan, ini uang negara," tambahnya.

Masyarakat semakin geram dengan Kemenpora yang terlihat tidak mengapresiasi atlet dengan kemunculan tagar #AtletHarusPaham. Tagar tersebut berisikan kritikan atlet-atlet bulu tangkis yang menyindir bonus atas kemenagan Thomas Cup 2020.

Tagar tersebut juga menunjukkan gambar-gambar yang menyindir atlet-atlet Indonesia seperti Jonatan Christie. Tagar tersebut mendapat tagar tandingan dari warganet Indonesia dengan #ApresiasiUntukAtlet.

Tagar #ApresisasiUntukAtlet berisikan para penggemar bulu tangkis dan masyarakat Indonesia lainnya yang memuji perjuangan atlet Indonesia. Mereka juga memberikan kalimat-kalimat dukungan terhadap atlet bulu tangkis Indonesia.

Menteri kontra masyarakat

Kontranya menteri terhadap rakyat tidak hanya sekali ini terjadi. Sebelumnya kita tahu Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, upah minimum di Indonesia tinggi. Oleh sebab itu sulit dijangkau oleh sebagian besar pengusaha.

Dalam kesempatan itu Ida menjelaskan, indeks median upah yang ideal berada di kisaran 0,4 sampai 0,6 persen. Namun di Indonesia lebih dari 1 persen, sehingga perlu ada penyesuaian formula perhitungan upah minimum. Oleh sebab itu, tahun depan diberlakukan perhitungan upah minimum yang sesuai dengan aturan baru.

Ida menjelaskan, penetapan upah minimum yang tidak sesuai peraturan perundangan baru berpotensi menghambat perluasan kesempatan kerja, memicu pemutusan hubungan kerja dan mendorong relokasi industri ke wilayah dengan upah lebih rendah.

Menaker Ida Fauziyah (Sumber: Dokumentasi Kemenaker)

"Apabila ditetapkan lebih tinggi dari ketentuan akan berpotensi terhambatnya perluasan kesempatan kerja, kemungkinan terjadinya substitusi tenaga kerja ke mesin itu juga akan tinggi. Kita tidak berharap adanya PHK, karena ini memicu terjadinya PHK."

Menaker Ida bukanlah menteri terakhir yang mengeluarkan pernyataan yang kontra terhadap masyarakat. Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharani menuai kontroversi setelah memaksa tunarungu untuk bicara.

Saat itu Risma bilang Tuhan memberikan mata, telinga, dan mulut untuk dimaksimalkan penggunaannya. Saat itu Risma tengah menghadiri peringatan Hari Disabilitas Internasional, tepat pada 1 Desember 2021.

Risma melihat pameran yang memajang karya anak-anak difabel. Kemudian di berhenti di depan lukisan yang dibuat oleh tunarungu. Setelah penyandang tunarungu itu menyelesaikan lukisannya, Risma memintanya untuk naik ke panggung.

Terdapat dua anak yang menaiki panggung, Anfiln dan Aldi. Mengutip artikel VOI berjudul Bu Risma, Tuhan Juga Memberi Otak dan Nurani untuk Saling Memahami Tidak Semua dari Kita Sama Meski Harusnya Setara, Anfil adalah penyandang disabilitas mental dan rungu.

Ia diminta menyampaikan kata-kata untuk Risma secara langsung. Anfil pun berbicara. Sementara, Aldi yang merupakan penyandang disabilitas autisme dan gangguan komunikasi turut diminta berbicara. Tapi Aldi geming. Permintaannya tak terjawab, Risma kemudian mengatakan:

Mensos Tri Rismaharini dalam peringatan Hari Disabilitas Internasional (Sumber: Dokumentasi Kemensos)

"Kamu sekarang Ibu minta bicara enggak pakai alat. Kamu bicara Aldi ... Bisa kamu bicara."

Sikap Risma kemudian direspons oleh penyandang disabilitas rungu bernama Stefan. Stefan adalah pria yang muncul dalam banyak potongan video beredar. Stefan berupaya menjelaskan pada Risma soal pentingnya alat bantu dengar bagi penyandang disabilitas rungu.

Stefan bahkan menyebut pentingnya alat bantu dengar seperti harta. Bukannya berusaha memahami, Risma justru menasihati balik Stefan.

"Tuhan itu memberikan mulut, memberikan telinga, memberikan mata kepada kita. Yang ingin Ibu ajarkan kepada kalian, terutama anak-anak, yang dia menggunakan alat bantu dengar, sebetulnya tidak mesti dia bisu. Sebetulnya tidak mesti bisu. Jadi karena itu kenapa Ibu paksa kalian untuk bicara. Ibu paksa memang, supaya kita bisa maksimal, memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita," ujar Risma dalam video yang diunggah akun YouTube Kemensos.

Pemerintahan macam apa?

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin mengatakan bahwa kebijakan di Indonesia pada dasarnya berakar untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Namun memang tidak bisa dihindari, para menteri yang memegang kebijakan justru yang blunder.

"Namun bisa saja, menteri kita salah atau blunder atau tidak sengaja (membuat pernyataan kontra). Namun kalau berkali-kali berbuat kesalahan, itu bisa saja bagian dari karakter, seperti Bu Risma kan suka marah-marah. Ini bisa saja ini karakter," kata Ujang, saat dihubungi VOI, Selasa, 7 Desember.

Seorang pejabat publik merupakan sosok yang dipercaya bagi masyarakat. Selain itu gerak-gerik para pejabat pun juga diperhatikan. Begitu perhatiannya masyarakat akan tindak tanduk para menteri, hal kecil yang ganjal masyarakat pun tahu.

Hal ini tidak mengherankan jika semua pernyataan para menteri mengundang reaksi masyarakat. Ujang menekankan, bahwa siapa pun menterinya, harus berhati-hati, baik mengeluarkan kebijakan maupun menyampaikan sebuah pernyataan.

"Mereka pejabat publik yang menjadi teladan dan contoh. Ini kan bukan perkara sederhana ya. Beda kalau mereka bukan menteri atau pejabat publik lainnya. Oleh sebab itu, cerminan seorang menteri membuat kebijakan yang pro rakyat, termasuk membuat statement yang baik, itu penting," jelas Ujang.

Banyaknya masyarakat yang kontra dengan kebijakan atau pernyataan dari menteri, juga bisa menjadi pelajaran agar para menteri mampu mencari dan mendapati titik temu permasalahan. Mengambil contoh kasus Menaker Ida Fauziyah, Ida menyatakan jika gaji minimum di Indonesia tinggi, maka para pengusaha akan rugi yang mengakibatkan kerugian, gulung tikar, dan berujung PHK.

Namun dari sudut pandang masyarakat, justru pemerintah terlihat seperti membela kepentingan satu pihak. Apalagi banyak buruh yang tidak sejahtera dan menderita karena minimnya upah. Oleh sebab itu, mencari titik temu dalam suatu permasalahan agar tidak berat sebelah. Bukan hal yang mudah memang, namun itulah tugas menteri.

*Baca Informasi lain soal BERITA NASIONAL atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

BERNAS Lainnya