JAKARTA - Semakin kamu merasa tahu soal The Beatles, akan semakin terkejut pula kamu dengan apa yang dipaparkan dalam The Beatles: Get Back. Docuseries garapan Peter Jackson mengubah banyak pandangan tentang periode akhir jelang bubarnya The Fab Four. Bahkan untuk para 'sarjana The Beatles'. Bahkan bagi dua anak John Lennon, Julian dan Sean Lennon. Bahkan dalam perasaan Paul McCartney.
Jumat, 18 November, Julian dan Sean Lennon menghadiri pemutaran khusus The Beatles: Get Back di Los Angeles. Pemutaran itu digelar sebelum acara istimewa lain yang digagas putri Paul McCartney, Stella McCartney. Menurut Julian The Beatles: Get Back adalah pengalaman hidup yang membuatnya kembali mencintai mendiang ayahnya.
“Malam yang luar biasa ... Pertama melihat Get Back. Kemudian (menghadiri) acara Stella sesudahnya," tutur Julian dalam unggahan Instagram usai acara.
“Satu hal yang benar-benar dapat saya katakan tentang itu semua adalah bahwa itu (Get Back) telah membuat saya sangat bangga, terinspirasi, dan merasakan lebih banyak cinta untuk saya atau keluarga kami daripada sebelumnya,” tambah Julian.
“Film ini telah membuat saya mencintai ayah saya lagi, dengan cara yang tidak dapat saya gambarkan sepenuhnya,” tutupnya.
Di tempat lain, Paul menuturkan pada The Sunday Times bahwa ada perasaan luar biasa menyaksikan kembali momen-momen terakhirnya bersama John, Ringo Starr, dan George Harrison. Ya, bahkan The Beatles: Get Back mengubah persepsi Paul tentang perpecahan bandnya. Perpecahan yang ia alami sendiri.
"Saya akan memberi tahu Anda apa yang benar-benar luar biasa tentang itu (Get Back), itu menunjukkan kami berempat saling terhubung ... Itu sangat menguatkan saya. Itu salah satu hal penting tentang The Beatles. Kami bisa membuat satu sama lain tertawa.”
“Benar-benar, ya. Dan ada bukti dalam rekaman itu. Karena selama ini saya benar-benar melihat perpecahan ini dari sisi gelap. Saat The Beatles bubar, saya berpikir, 'Ya Tuhan, saya yang harus disalahkan,'” kata Paul.
Framing hangat Peter Jackson
Pengalaman yang dirasakan Sean, Julian atau Paul pastilah sangat spesifik. Sementara, bagi para penggemar, pengalaman paling signifikan barangkali adalah menyaksikan momen-momen terakhir John, Paul, Ringo, dan George dalam framing hangat Peter Jackson.
Pengalaman menonton The Beatles: Get Back seperti kontra-narasi dari bayangan yang selama ini diyakini bahwa perpecahan The Beatles amatlah suram dan muram. Alih-alih begitu, Peter Jackson malah membingkai film ini dengan gambaran kehangatan.
Memang, ada momen-momen yang menghancurkan hati. Ketika George memutuskan cabut dari band. Saat Paul merenungi 'kepemimpinannya' di dalam band dan ia tahu terlalu terlambat untuk memperbaiki keadaan. Atau dengan melihat suratan di wajah John yang tanpa antusiasme.
Meski begitu Peter Jackson membuat kita memahami segala kekacauan itu. Bahkan kita dapat memahami eksklusivitas hubungan John dan Yoko Ono, alih-alih mengutuk Yoko sebagai penyebab berubahnya minat John pada banyak hal dalam musik The Beatles.
Sebelum The Beatles: Get Back kita memandang kehancuran The Beatles dari banyak narasi negatif. Dari banyak literasi dan referensi sejarah, salah satu yang paling penting memengaruhi persepsi publik barangkali adalah dokumenter Let It Be garapan Michael Lindsay-Hogg.
The Beatles: Get Back sejatinya adalah proses pengolahan ulang arsip sejarah tentang momen-moment terakhir The Beatles yang direkam Lindsay-Hogg untuk Let It Be. Ada 56 jam rekaman gambar dan lebih dari 150 jam audio yang diarsipkan dan 'terkubur' selama ini. Tapi gambarannya tampak berbeda.
Dalam Let It Be, Lindsay-Hogg membingkai periode jelang bubar The Beatles dengan penuh atmosfer muram, suram, dan penuh keputusasaan. Let It Be, yang dipegang sebagai manifestasi tekstual oleh para penggemar The Beatles menumbuhkan keyakinan bahwa band yang mereka cintai hancur dalam keadaan yang sepenuhnya menyedihkan.
The Beatles: Get Back mengoreksi itu dengan pemaparan lebih lengkap dan jujur. Setidaknya para penggemar tahu hubungan antara John, Paul, George, dan Ringo tak sehancur yang diyakini selama ini. Mereka masih terhubung. Bukankah kita bisa melihat John dan Yoko berdansa dengan iringan I Me Mine yang dilantunkan George?
Hal ini sejatinya telah dijanjikan sejak awal oleh Peter Jackson. Dikutip Ultimate Classic Rock, sutradara peraih tiga Oscar itu mengatakan bakal memberi pengalaman sinematik unik untuk membawa penonton kembali ke perenungan tentang kehancuran The Beatles yang selama ini diyakini.
Peter Jackson menjanjikan kehangatan, persahabatan, dan sisi kegeniusan nan kreatif yang mendefinisikan warisan dari JL, PM, GH, dan RS. Perwakilan Apple Records, Jeff Jones menjelaskan bahwa Peter Jackson membersihkan cuplikan-cuplikan video lama yang membuat rekaman itu terasa muram.
Dari sisi arsip materi, Peter Jackson melakukan restorasi nan cemerlang. Ini pernah dilakukan Peter Jackson sebelumnya, ketika ia mewarnai potongan gambar Perang Dunia I dalam They Shall Not Grow Old.
"Kami membuat film baru yang akan mematahkan mitos bahwa sesi Let It Be merupakan awal mula kehancuran The Beatles ... Hasilnya bisa menjadi kontra-narasi untuk film Let It Be. Lebih terang secara visual dan spiritual, dengan banyak cuplikan Beatles bersenda gurau, menyanyi dengan aksen konyol, dan menunjukkan keceriaan tempo dulu," tutur Jones.
"Bahkan, akan ada versi mentah lagu-lagu tersebut yang akan dirilis di rekaman solo. Dengan klip-klip ini, penggemar Beatles akan sangat menyukai film ini ... Sebuah harta karun sejarah yang luar biasa. Tentu, akan ada momen-momen drama, tapi tidak ada perselisihan. Materinya sangat lucu, membuat bersemangat, dan intim," tutur Jones.
Jelang 1969
Tahun 1969 jelas masa yang penuh dinamika bagi The Beatles. Tapi itu sejatinya hanya ujung dari pergolakan panjang dari tahun-tahun sebelumnya. The Beatles lahir pada akhir 1950-an. Popularitas mereka meroket cepat.
Pada 1960-an mereka langsung jadi band paling dipuja di planet ini. Di tahun 1969, The Beatles mendapati momen henti. Mereka menghentikan seluruh tur dunia setelah komentar John bahwa The Beatles lebih terkenal daripada Yesus menuai reaksi keras.
Di masa-masa itu The Beatles berfokus pada pengembangan musik yang semakin kompleks dan eksperimental. Mereka berinovasi dengan menciptakan metode perekaman multitracking, yang tak cuma menghemat waktu tapi memungkinkan mereka bermain dan merekam lagu secara individu ketimbang bersama-sama sebagai satu unit.
Di periode itu, seiring kesendirian mereka masing-masing, hubungan antara John, Paul, George dan Ringo merenggang. Merasa harus mendapatkan kembali energi lama mereka, The Beatles sepakat membuat sebuah proyek yang terdiri dari satu album dan sebuah pertunjukan live istimewa di televisi untuk pertama kali setelah bertahun-tahun absen.
Mereka sepakat untuk merekam semua proses itu. Michale Lindsay-Hogg mengambil peran sebagai sutradara dari dokumenter yang belakangan dirilis dengan judul Let It Be. Tapi film itu jadi sangat berbeda karena dirilis pada 1970 ketika The Beatles sudah bubar.
Materi gambar dan audio yang telah diarsipkan itu yang kemudian dipilah dan diolah ulang oleh Peter Jackson, bekerja sama dengan Apple Corps dan WingNuts Films. Kini, setelah The Beatles: Get Back, jadi lebih banyak cinta untuk John, Paul, George, dan Ringo.
*Baca Informasi lain soal FILM atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.