JAKARTA - Polisi menangkap sindikat copet di area balap World Superbike (WSBK) Mandalika 2021. Aksi mereka jadi perhatian luas karena selain terencana, ada kemungkinan aksi ini berkaitan dengan jaringan copet internasional. Dalam pandangan luas, copet adalah profesi menarik. Ia kriminal tapi juga seni. Benar-benar. Hidup itu sendiri pun adalah seni. Tiada konteks kehidupan yang bisa dilepaskan dari bentuk seni.
Kabid Humas Polda NTB Kombes Artanto menjelaskan aksi dari sindikat copet ini berhasil terungkap berkat kerja sama pengamanan kepolisian dengan masyarakat. Artanto juga menyebut aksi ini terencana. Dari penangkapan, polisi menyita sejumlah barang bukti empat unit telepon genggam bermerek IPhone dan Samsung.
"Dari giat pengamanan WSBK kemarin, empat pelaku yang terdiri dari satu pria dan tiga wanita ini tertangkap melakukan pencurian handphone milik penonton di tribun tiket hijau tosca ... Mereka mendapatkan barang dalam aksi di hari Minggu," ungkap Artanto saat konfrensi pers di Polda NTB, Mataram, dilansir Antara, Selasa, 23 November.
Diketahui, tiga dari empat pencopet itu memiliki hubungan keluarga. Mereka adalah LA (41) dan suaminya, DC (45); serta anak perempuan mereka berinisial DA (24). Satu orang lagi, berinisial AW merupakan tetangga dari keluarga asal Jakarta itu.
Dan sebagaimana disinggung di awal, aksi mereka terencana bin skematik. Masing-masing pelaku punya peran. DA mengambil peran sebagai pengalih perhatian. Kemudian LA yang bertugas jadi pemetik untuk mengambil telepon genggam dari tas korbannya.
Skema selanjutnya giliran AW, yang bertanggung jawab menerima barang hasil petikan LA. AW juga harus membongkar telepon genggam korbannya, membuka kode pengaman dan membuang kartu sebelum menyerahkan kepada DC sebagai pemain terakhir.
Kelompok internasional
Berdasar penyelidikan, belakangan diketahui adanya relasi kelompok internasional dalam aksi LA, DC, DA, dan AW. Kabarnya mereka memiliki rencana besar untuk beraksi di ajang MotoGP 2022.
Mereka berencana mengundang para pencopet dari Malaysia, Turki, Thailand, Singapura, dan Filipina untuk beraksi di ajang MotoGP nanti. Diketahui juga para pelaku ternyata sebelumnya pernah beraksi di Sirkuit Sepang, Malaysia hingga Singapura.
Penyelidikan awal juga mengungkap ada kelompok lain selain LA, DC, DA, dan AW. Mereka beraksi sebagai grup lain yang juga berjumlah empat orang. Polisi belum mengungkap identitas para pelaku di grup kedua. Yang jelas mereka beraksi pada Sabtu, 20 November.
"Kalau yang grup empat orang pertama ini, mereka beraksi di hari Minggu, 21 November. Ada dua TKP. Pertama di tribun penonton dan satu lagi di Epicentrum Mataram Mall."
"Total barang buktinya empat handphone. Grup kedua ini yang mencuri handphone wartawan Jepang. Mereka yang baru kami tetapkan sebagai tersangka," kata Ditreskrimum Polda NTB Kombes Har Brata, dikutip Antara.
Seni kriminal
Copet adalah salah satu kejahatan paling terorganisir. Di banyak film, eksistensi pencopet kerap digambarkan seperti kelompok mafia. Mereka terdiri dari banyak kelompok yang bergerak senyap dalam bisnis jalanan. Hanya saja tanpa karpet merah privilese, kekerasan, dan intrik. Cuma ada trik. Hal itu yang menyebabkan copet memiliki nilai ketimbang kejahatan lain.
New York pernah jadi surga pencopet. Pada 1990, kota itu mencatat 23 ribu kasus. Tahun itu juga jadi puncak kejayaan para pencopet sebab pada tahun-tahun setelahnya jumlah kasus menurun. Pada 1995, kasus pencopetan turun hingga separuhnya di New York.
Tahun 2000, kasus pencopetan makin turun hingga ke angka lima ribu laporan di seluruh negeri. Penulis untuk Slate, Joe Keohane, yang mendalami ini lewat penelitian menjelaskan salah satu sebab menurunnya angka pencopet: berkurangnya pelaku pencopetan.
Pencopetan adalah aksi kriminal yang tak hanya membutuhkan latihan tapi juga bakat. Sama seperti seni. Atau bahkan copet pun sejatinya seniman. Ada tiga hal mendasar yang harus dikuasai seorang pencopet: ketenangan, kesabaran, dan kemampuan mengatasi panik.
Ketenangan dibutuhkan untuk menghindari kecurigaan orang. Kesabaran diperlukan karena waktu eksekusi sangat penting dan spesifik. Seorang pencopet harus memiliki insting yang terlatih untuk mengambil keputusan soal kapan dirinya akan mencomot barang korbannya.
Lalu, kemampuan mengatasi panik amat krusial karena aksi diam-diam ini membakar adrenaline ke level terpanas. Kombinasi tiga kemampuan itu yang akan menentukan keberhasilan. Selebihnya, tentu saja melatih tangan.
Sherman 'O.T.' Powell pernah bersekolah di salah satu 'sekolah copet' di New York. Kepada NPR ia menceritakan bahwa kelompok copet memiliki kultur regenerasi. Pencopet yang lebih tua, biasa disebut 'cable' biasanya akan menurunkan ilmunya kepada pencopet muda.
"Kemudian mereka (cable) akan melatih lima (orang). Dan mereka, junior yang telah terlatih harus melatih lima orang lagi. Dan itu akan membuat sistem terus berjalan," Sherman.
Sherman menjelaskan latihan yang ia tempuh di sekolah itu pada tahun 1969, era-era kejayaan pencopet. Ia mengingat bagaimana masuk ke sebuah ruangan pernuh manekin setengah berpakaian.
Manekin itu dilengkapi lonceng di bagian kantong atau tas atau titik-titik lain tempat barang berharga diletakkan. Dan para pencopet itu harus mampu mengambil barang tanpa membunyikan lonceng. Cable yang melatih Sherman menyebut sesi itu sebagai latihan menjadi pianis.
"Mereka akan memiliki lonceng ini. Jadi tangan Anda harus cukup ringan untuk mengangkat dompet dan tidak membiarkan bel berbunyi ... Seperti kata guru saya dulu, 'Kamu harus jadi pianis.'" tutur Sherman kepada NPR.
Sherman adalah seorang mantan pencopet. Ia bergulat selama 40 tahun dalam seni kriminal mencopet. Sebagian besar aksinya dilakukan di sekitar terminal bis otoritas pelabuhan dan kota-kota semacam New Orleans dan Chicago.
Sherman telah beberapa kali ditangkap polisi. Sesekali karena mencopet. Pada satu waktu karena menjual narkoba. Aksinya sebagai bandar itu mengantarkan Sherman ke penjara di Attica pada 1970-an.
Dalam otobiografinya, Cocktails in Attica, Sherman menceritakan, narkoba juga yang menghentikan kariernya sebagai pencopet. Itu terjadi sekitar tahun 2002, ketika ia sudah sangat tidak bisa mengontrol konsumsi kokain dan alkoholnya.
Kondisi fisik Powell terus menurun. Tangannya bergetar. Pandangannya tak lagi awas. Ia tak bisa lagi melakukan aksi tanpa diketahui. Mustahil. Tak ada satupun rekannya di jalanan ingin bekerja lagi bersama Sherman karena besarnya risiko penangkapan.
Sherman benar-benar selesai ketika The Moth, sebuah organisasi nirlaba yang berdedikasi dalam seni mendongeng meminta Sherman untuk berpartisipasi dalam beberapa program. Sejak itu Sherman terus menjauh dari masa lalunya sebagai pickpocketter alias pencopet.
"Setelah semua dikatakan dan dilakukan, kenyataan menghantam saya ... Saya berkata pada diri sendiri, 'Sherman, Anda tidak dapat menghabiskan uang ini, tidak peduli seberapa bagus kelihatannya. Ini bukan uang Anda,'" tutur Sherman dalam wawancaran bersama New York Daily.
Kemudian sambil tertawa, Sherman menambahkan: Tuhan yang memberi dan Tuhan yang mengambil. Dia memberi saya cek dan sekarang saya harus mengembalikannya.
*Baca Informasi lain soal KRIMINALITAS atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.