JAKARTA - Sikap demokratis Puan Maharani kembali disoroti. Dalam Rapat Paripurna ke-9 tahun sidang 2021-2022 Puan mengabaikan interupsi yang diajukan peserta. Ini bukan kali pertama. Sebelumnya Puan bahkan pernah mematikan mikrofon anggota DPR lain. Seperti apa sebenarnya aturan kebebasan berpendapat di DPR? Apa yang dilanggar Puan?
Adalah Fahmi Alaydrus, anggota DPR Fraksi PKS, yang mengajukan interupsi. Saat itu Sidang Paripurna baru saja menyetujui Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI.
Andika adalah kandidat yang dipilih Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon tunggal. Puan mengetuk palu dan membacakan ucapan penutup.
Berkali-kali Fahmi meneriakkan permintaan interupsinya. Tapi Puan tak juga berhenti. "Pimpinan, interupsi, pimpinan," seru Fahmi.
Fahmi sempat meneriakkan kritik kepada Puan. "Gimana mau jadi capres, hak konstitusi kita enggak dikasih," teriak Fahmi di depan mikrofon.
Peristiwa itu memancing ketegangan di dalam ruang sidang. Utut Adiyanto, seorang anggota Fraksi PDIP Perjuangan (PDIP) menghampiri Fahmi dan menunjuk-menunjuk.
Hak bicara di DPR
Ketua DPP PKS Al Muzammil merespons peristiwa ini. Ia mengingatkan Sang Ketua DPR tentang tata tertib yang mengatur hak aspirasi dan melekat pada setiap anggota dewan. Muzammil menyinggung pasal 256 ayat 2 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
"Kami hanya akan mengutip menyampaikan pasal 256 tatib kita. Tatib DPR 2020. Saya bacakan, ya. Pasal 256 ayat 2, 'Rapat Paripurna DPR merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan wewenang dan tugas DPR kecuali Rapat Paripurna DPR,'" Muzammil membacakan aturan itu di hadapan wartawan di Gedung DPR, Senin, 8 November.
Selain pasal 256 ayat 2, hak bicara anggota DPR juga diatur dalam pasal 256 ayat 6. Ayat tersebut menjelaskan bahwa dalam Rapat Paripurna setiap Anggota DPR diberi waktu untuk berbicara atau mengajukan pertanyaan paling lama lima menit. Dan bagi juru bicara diberi waktu tujuh menit dan dapat diperpanjang sesuai kebijaksanaan ketua rapat.
Aturan yang spesifik soal interupsi dijelaskan dalam pasal 267 ayat 1 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib. Aturan itu menjelaskan bahwa interupsi dapat dilakukan untuk meminta kejelasan tentang duduk persoalan dari masalah yang tengah dibahas. Interupsi juga merupakan hak anggota dewan menjelaskan persoalan yang menyangkut diri atau tugasnya.
Selain itu interupsi juga dapat diajukan ketika anggota dewan hendak mengusulkan prosedur tentang permasalahan yang dibicarakan atau mengajukan usul agar rapat ditunda sementara. Kembali ke Muzammil, ia meminta seluruh anggota, termasuk Puan, sebagai Ketua DPR untuk menghormati aturan yang ada.
"Poin ini kami bacakan untuk kami mengingatkan kita semua, termasuk pimpinan DPR untuk saling menghormati kewajiban tugas dan kewajiban pimpinan sekaligus tugas dan kewajiban anggota bahwa anggota juga punya hak untuk menyampaikan aspirasi tersebut," kata Muzammil.
"Oleh karena itu kami mengimbau dalam setiap paripurna pimpinan DPR dalam memimpin rapat untuk merujuk tatib pasal 256 ini, khususnya ayat 6 karena kami sebagai fraksi, oposisi dalam pemerintah tidak berada dalam pemerintahan itulah ruang kami untuk menyampaikan aspirasi publik kepada kami," tambah dia.
Bukan yang pertama untuk Puan
Satu hal lain yang digarisbawahi Muzammil adalah interupsi sebagai kesempatan oposisi mengoreksi dan memberi masukan terhadap kebijakan pemerintah. Selain itu Muzammil juga menyinggung pengabaian hak bicara ini bukan yang pertama dilakukan Puan.
"Kami merasakan bukan saja pada hari ini. Pada sebelumnya saya juga pernah interupsi soal KPK. Kemarin soal Alquran dan Pancasila. Ada mekanisme yang cenderung untuk dilalui oleh pimpinan untuk tidak memberikan kesempatan para anggota juga anggota kami yang lain."
Pengabaian hak bicara oleh Puan pernah terjadi dalam Rapat Paripurna pengesahaan RUU Cipta Kerja (Ciptaker). Saat itu Puan tak hanya mengabaikan. Ia bahkan mematikan mikrofon milik anggota Fraksi Demokrat, Irwan.
Saat itu Irwan meminta pengesahan RUU Ciptaker ditunda. Ketika Irwan berbicara, pimpinan rapat lain yang duduk di sebelah Puan, Azis Syamsudin memberi kode agar Puan memencet tombol.
"Kawan-kawan, kalau mau dihargai tolong menghar...," suara Irwan terputus. Azis, yang kini --yang kini menjadi terdakwa kasus dugaan penanganan perkara di KPK pun menyudahi sesi hari itu. RUU Ciptaker pun langsung disahkan.
Aksi Puan menuai kritik keras dari masyarakat. Belakangan Puan menjelaskan alasannya mematikan mikrofon Irwan sebagai kewenangannya menjaga ketertiban dan kelancaran Rapat Paripurna.
"Makanya saya matikan mik tersebut bukan sengaja, tapi menjaga persidangan agar berjalan dengan baik dan lancar," tutur Puan dalam wawancara di akun YouTube Boy William.
"Jadi karena ngomong terus, sebagai pimpinan sidang, pimpinan sidang harus mengatur semuanya dapat waktu untuk berbicara," kata Puan.
*Baca Informasi lain soal DPR atau baca tulisan menarik lain dari Nailin In Saroh dan Yudhistira Mahabharata.