Seret Kasus Setya Novanto dan Gayus Tambunan, PPATK Sebut Taktik Pencucian Uang Makin Kompleks
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan, tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Tanah Air kini semakin kompleks karena tak lagi orang perorangan melainkan melalui pihak lain.

Sehingga, dia meminta penyedia jasa keuangan (PJK) untuk mengantisipasi agar praktik lancung ini bisa diatasi.

Menurutnya, sejak masuk di PPATK pada 2003 lalu upaya pencucian uang dilakukan dengan sederhana yaitu menggunakan nama sendiri atau nama keluarga saat membeli aset. Salah satu kasus yang disebutnya adalah Gayus Tambunan yang merupakan mantan pegawai Ditjen Pajak Kemenkeu.

"Dulu saya masuk di PPATK 2003 itu saya ketemu kasus sederhana. Kasusnya kasus Gayus yang mencuci di rekening dia sendiri kemudian menggunakan nama istri dia, kemudian membeli rumah mobil menggunakan nama dia sendiri," kata Ivan dalam acara yang ditayangkan secara daring, Kamis, 28 Oktober.

"Dulu sifatnya masih person to person. Jadi orang yang dapat kemudian (uang, red) dimasukkan ke rekening orang (lain, red)," imbuhnya.

Namun, berjalannya waktu praktik pencucian uang semakin canggih karena bukan hanya melibatkan keluarga tapi pihak lain. Contoh nyatanya adalah dalam kasus mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto.

Sebagai informasi, Setya Novanto yang merupakan mantan politikus Partai Golkar itu kini sedang menjalani masa hukuman akibat terbukti ikut melakukan korupsi terkait pengadaan e-KTP yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.

Keikutsertaannya berhasil dibongkar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dia disebut menerima uang dari sejumlah pihak.

"Nah, pertanyaannya dengan makin kompleks tadi apakah bisa (kita, red) catch up dengan risiko tadi? Ancaman tadi?" tanyanya.

Sehingga, dia meminta semua penyedia jasa keuangan untuk dapat membuat tim yang mencegah terjadinya tindak pencucian uang di perusahaan mereka. Caranya, dengan membuat pencegahan yang bisa dikerjakan sendiri maupun dengan menggandeng PPATK.

"Nah, pertanyaan itu harus dijawab. Bukan dengan random feeling jadi datanya apa? Data itu bisa di-generate sendiri, generate dengan PPATK, maupun dengan PJK lain," pungkasnya.