53 Mahasiswa Berebut Beasiswa Kajian Perbandingan Kepemimpinan Jokowi dan SBY, Ada yang dari Oslo University Hingga UGM
Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr.

Bagikan:

JAKARTA - Beasiswa kajian akademis untuk membandingkan kinerja antara Presiden Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono ternyata banyak diminati. Hingga hari ini peminta yang mendaftar sudah mencapai 53 orang.

Peneliti Pemikiran Geopolitik Sukarno, Hasto Kristiyanto, mengaku sangat terkejut dengan banyaknya mahasiswa yang ikut melamar untuk mendapatkan beasiswa yang secara khusus melakukan kajian akademis guna membandingkan kepemimpinan Presiden Jokowi dan Presiden SBY.

"Peminatnya sangat banyak, mencapai 53 orang. Sebagian besar mengambil program S2 dan S3 dan berasal dari kalangan perguruan tinggi ternama," ujar Hasto dalam keterangannya, Senin, 25 Oktober.

Hasto menjelaskan, pendaftar ada yang berasal dari Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Airlangga, UIN Banda Aceh, hingga dari Oslo University, Manila University, dan University Sains Malaysia.

Adapun kajian penelitian, di antaranya mencakup ilmu pemerintahan, politik, kebijakan publik, kepemimpinan, psikologi, manajemen, kelembagaan organisasi pemerintahan dan lainnya.

Menurut Sekjen PDIP itu, dalam kaitannya dengan kepemimpinan nasional, hasil penelitian tersebut nantinya sangat penting sebagai bagian pendidikan politik bangsa tentang proses menjadi pemimpin, kapasitas pemimpin, prestasi pemimpin, tanggung jawab dan bagaimana legacy seorang presiden diambil.

"Apakah kepemimpinan seorang presiden benar-benar untuk bangsa dan negara atau hanya untuk kepentingan popularitas semata," katanya.

Selain itu, Hasto menjelaskan, berbagai kajian terkait kualitas pemilu selama kepemimpinan seorang presiden juga penting. Misalnya, mengapa dalam era demokrasi dengan kompetisi yang sangat ketat, pada tahun 2009 ada partai politik yang mencapai kenaikan perolehan suara 300 persen.

Penelitian ini, kata Hasto, sangat menarik. Sebab, kata dia, bisa diketahui apakah hal tersebut sebagai hasil kerja organisasi atau campur tangan kekuasaan.

“Bagi PDIP upaya peningkatan kualitas Pemilu menjadi tema kajian akademis yang sangat menarik karena obyektif dan bisa metodologinya bisa dipertanggungjawabkan secara akademis," jelasnya.

Dengan mengedepankan riset untuk analisis kebijakan, Hasto berharap, ada peningkatan kualitas demokrasi. "Bagaimana sistem politik Indonesia benar-benar mengabdi pada rakyat, bangsa dan negara Indonesia," tandas Hasto.

Sebelumnya, Hasto Kristiyanto menawarkan beasiswa bagi yang ingin melakukan kajian akademis untuk membandingkan kinerja antara Presiden Jokowi dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hal tersebut disampaikan Hasto merespon sindiran dari Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani yang menilai dirinya tertidur selama kepemimpinan SBY.

Menurut Hasto, diperlukan kajian akademis agar nantinya perbandingan kinerja antara SBY dan Jokowi menjadi objektif dan tidak saling klaim saja.

"Sebenarnya yang paling objektif kalau dilakukan kajian akademis, dengan menggunakan mix methode," jelasnya.

Dari segi kuantitatif, menurutnya bisa dilakukan dengan cara membandingkan pembangunan infrastruktur yang terjadi di dua kepemimpinan presiden tersebut.

"Bagaimana jumlah jembatan yang dibangun antara 10 tahun Pak SBY dengan Pak Jokowi saat ini saja. Jumlah pelabuhan, jalan tol, lahan-lahan pertanian untuk rakyat, bendungan-bendungan untuk rakyat, itu kan bisa dilakukan penelitian yang objektif," tuturnya.

Hasto bahkan rela merogoh kocek pribadinya agar perbandingan kinerja itu objektif dan bisa dipertanggungjawabkan secara akademis.

"Sehingga tidak menjadi rumor politik, tidak jadi isu politik, tapi berdasarkan kajian akademis yang bisa dipertanggungjawabkan aspek objektivitasnya," tandasnya.