JAKARTA - Aliansi mahasiswa pascasarjana yang tergabung dalam Gerakan Pascasarjana Indonesia menuntut agar biaya kuliah dikurangi tanpa sekat. Mengingat dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19 tanpa mengenal bulu. Hal itu terbukti dari penelitian yang mereka lakukan.
Aliansi mahasiswa pascasarjana dari Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, Universitas Andalas dan Universitas Udayana ini menuntut seluruh kampus di Indonesia serta Pemerintah Indonesia, untuk mengurangi biaya kuliah. "Mengurangi biaya kuliah sebesar minimal 50% untuk semester gasal 2020/2021 bagi seluruh mahasiswa pascasarjana tanpa syarat apapun," menurut pernyataan aliansi yang diterima VOI.
Selain itu Gerakan Pascasarjana Indonesia juga menuntut adanya pengembalian biaya kuliah semester genap yang tidak terpakai secara optimal. Mereka juga menuntut biaya kuliah yang terlanjur dibayar oleh mahasiswa pada semester gasal 2020/2021 agar dikembalikan.
Tuntutan lainnya adalah penghapusann biaya kuliah bagi mahasiswa tingkat akhir; Transparansi penggunaan biaya kuliah yang wajib dibayarkan mahasiswa pascasarjana dan transparansi keuangan kampus secara detail; Mendorong pemerintah (pusat dan daerah) untuk mengalokasikan dana dari APBN dan APBD untuk subsidi biaya kuliah bagi seluruh jenjang mahasiswa di seluruh perguruan tinggi di Indonesia dan mendorong Pemerintah Indonesia untuk membuat regulasi yang mengikat bagi seluruh kampus di Indonesia untuk melakukan pengurangan biaya kuliah bagi seluruh mahasiswa.
Terdampak pandemi
Alasan Gerakan Pascasarjana Indonesia mengeluarkan tuntutan tak lain adalah karena adanya dampak ekonomi akibat pandemi yang membuat kemampuan ekonomi mereka menurun. Hal itu terbukti dari survei yang mereka lakukan. Penelitian itu menunjukan bahwa 88,4% perekonomian keluarga dari mahasiswa pascasarjana terdampak krisis yang disebabkan oleh pandemi COVID-19.
Oleh karenanya, sebanyak 96,8% responden mahasiswa pascasarjana merasa pembayaran biaya kuliah secara penuh akan memberatkan keuangan keluarga mereka. Survei ini dilakukan dengan menjaring responden sebanyak 3.204 dengan persebaran 519 mahasiswa pascasarjana Universitas Indonesia (UI), 2.069 mahasiswa pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), dan 616 mahasiswa pascasarjana Universitas Andalas (Unand).
Masalah ekonomi semakin berat akibat pengeluaran tambahan yang harus mahasiswa keluarkan selama menerapkan pembelajaran jarak jauh (JPP). Mereka mau tak mau harus menggunakan fasilitas pribadi untuk pembelajaran yang dilakukan secara daring.
Tak ada bantuan
Mirisnya, mahasiswa pascasarjana yang mengalami penurunan kemampuan ekonomi dan dirugikan dengan metode PJJ tidak mendapatkan perhatian sama sekali, baik dari pihak pemerintah maupun kampus masing-masing. Permendikbud No. 25 Tahun 2020 tidak memberikan keringanan bagi mahasiswa jenjang pascasarjana.
Hal ini lebih jauh dibuktikan dengan pernyataan Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Nizam kepada CNN Indonesia. Menurutnya, mahasiswa S2 dan S3 tidak masuk dalam perhitungan pengurangan biaya kuliah karena kebanyakan telah berbeasiswa.
BACA JUGA:
Padahal menurut penelitian Gerakan Pascasarjana Indonesia di 3 kampus, argumen bahwa mahasiswa pascasarjana banyak menerima beasiswa nyatanya tidak terbukti. Survei yang dilakukan Gerakan Pascasarjana Indonesia menunjukan bahwa 90,7% mahasiswa pascasarjana membayar uang kuliah secara mandiri, dengan kata lain tidak menerima beasiswa.
Dari penelitian itu hanya 9,3 persen mahasiswa yang mendapatkan beasiswa. Lebih ironisnya lagi, berdasarkan survei yang dilakukan pada 347 mahasiswa penerima beasiswa dari pascasarjana UI dan UGM (UI sejumlah 44 dan UGM 303), sejumlah 34,3% responden mengaku beasiswa yang didapat mengalami permasalahan selama pandemi.