DPRD DKI Minta Pemprov Tanggung Biaya Pendidikan Anak yang Tak Lolos Sekolah Negeri
Kiriman bunga protes terkait penerimaan siswa di DKI Jakarta (Foto: Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Meski proses penerimaan peserta didik baru untuk sekolah di DKI Jakarta sudah tutup, namun beberapa orang tua masih protes. Hal itu karena anaknya tidak mendapat sekolah melalui jalur zonasi lantaran terhalang syarat usia. Sekolah lebih memilih siswa yang usaianya lebih tua, meski jarak rumah ke sekolah lebih jauh.

Anggota Komisi E Bidang Kesejahteraan Rakyat DPRD DKI Zita Anjani menilai, Pemprov DKI Jakarta harus bertanggung jawab beban biaya pendidikan siswa kategori tidak mampu. Karena mereka terpaksa mendaftar di sekolah swasta yang mengharuskan pembayaran biaya pangkal.

"Yang kami tuntut ini (biaya pendidikan) anak-anak miskin. Kami meminta pembiayaan untuk masuk swasta bagi-anak-anak tidak mampu," kata Zita di Gedung DPRD, Jakarta Pusat, Senin, 6 Juli. 

Kata Zita, Pemprov DKI mesti mengeluarkan biaya tambahan untuk membantu siswa tidak mampu agar bisa mengenyam pendidkan di sekolah swasta. Zita bilang, Pemprov DKI bisa memakai sebagian biaya tak terduga yang disiapkan untuk penanganan COVID-19.

"Ada uang emergency yaitu biaya tak terduga (BTT). Menurut saya, anggarannya mending buat sekolah aja. Penanganan COVID-19 bisa menggunakan BTT, kenapa pendidikan enggak bisa?" cecar Zita yang juga Politikus PAN.

Terpisah, Sekretaris Daerah DKI Saefullah meminta semua pihak memahami bahwa dalam proses ini, pasti tetap akan ada siswa yang tidak lolos sekolah negeri. Meskipun, DKI sudah menambah kuota baru sebanyak 4 kursi tiap kelas sekolah negeri untuk menampung sebagian siswa.

Berdasarkan data yang dimiliki Pemprov DKI, masih ada 64 persen calon siswa kelas 10 SMA dan 67 persen calon siswa kelas 7 SMP yang tidak lolos di sekolah negeri dan terpaksa mendaftar di sekolah swasta. 

Oleh karenanya, Saefullah meminta swasta juga membantu meringankan beban biaya sekolah siswa tidak mampu. "Yang kita harapkan adalah peran swasta. Jadi, pemerintah dan swasta punya kwajiban bersama untuk menyelenggarkan wajiab belajar di DKI jakarta," ungkap Saefullah.

Sementara, untuk meyakinkan para orang tua agar mau memasukkan anaknya ke sekolah swasta, Kepala Dinas Pendidikan DKI Nahdiana menyebut akan membenahi sistem pendidikan swasta yang terpolarisasi, termasuk pembiayaan pendidikan.

"Kami akan memulai juga membenahi swasta. Tidak ada anak yang harus terhalang karena dia tidak bisa bayar uang pangkal. Kemudian, tak ada tidak ada kesenjangan lagi kepada sekolah yang terpolarisasi, dengan homogenitasnya, itu swasta nanti akan setara dengan negeri," tutur Nahdiana.

Untuk biaya bulanan siswa tidak mampu di sekolah swasta, Pemprov DKI akan menunjang dengan program Kartu Jakarta Pintar (KJP). "Kalau dari keluarga yang ekonominya tidak mampu, maka Pemprov telah mengintervensi ini dengan KJP. Anak swasta dengan negeri terima KJP-nya beda karena KJPnya termasuk SPP," tutup dia.