JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merencanakan pemberian bantuan pembayaran uang pangkal bagi siswa yang tidak diterima di sekolah negeri dan akhirnya masuk ke sekolah swasta.
Rencana pemberian bantuan ini didasari dari protes sejumlah orang tua siswa yang anaknya tak lolos di sekolah negeri. Ditambah, pandemi COVID-19 mengakibatkan penurunan kondisi perekonomian masyarakat.
Dalam rapat yang dipimpin oleh Gubernur DKI Anies Baswedan, Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat DKI Catur Laswanto menjelaskan asumsi biaya yang dibutuhkan untuk membantu pembayaran uang pangkal sebesar Rp171 miliar.
Rinciannya, anggaran bantuan uang pangkal sekolah swasta sementara ini masih dipatok Rp1 juta tiap siswa SD, Rp1,5 juta tiap siswa SMP, dan Rp2,5 juta tiap siswa SMA dan SMK.
"Perkiraan bantuan biaya sebesar Rp171.065.500.000. Ini perkiraan kebutuhan biaya yang tentunya masih bergerak. Tetapi, angka ini adalah sebuah hasil analisis Dinas Pendidikan dan juga adanya kemauan dari Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) untuk memberikan keringanan kepada siswa," kata Catur dalam tayangan rapat yang diunggah akun YouTube Pemprov DKI, Minggu, 19 Juli.
Angka yang akan dikeluarkan oleh Pemprov DKI masih berupa asumsi. Perhitungannya berawal dari 126.011 siswa yang tidak masuk ke sekolah negeri dalam tahun ajaran 2020-2021 dan dianggap masuk swasta.
Kemudian, angka tersebut dikurangi 21.441 siswa yang telah mendaftar ke sekolah swasta tanpa mengikuti PPDB sekolah negeri. Mereka dianggap sudah mampu tanpa diberi bantuan pendidikan.
Lalu, dalam menentukan ketepatsasaran data, Pemprov DKI memadankan data siswa pada PPDB dengan data keluarga penerima bantuan sosial COVID-19. Sehingga total data siswa penerima bantuan sebanyak 85.508.
"Kenapa kami padankan? Karena asumsinya adalah ketika nanti akan diberikan bantuan uang masuk atau uang pangkal sekolah, maka mereka adalah yang layak dan terdampak COVID," jelas Catur.
"Karena itu, sebagai data data padanan PPDB yang tidak diterima di negeri, asumsi berarti di swasta kita padankan dengan bansos. Sehingga, kita ketemu NIK dan dari situ kita mendapat data kelayakan orang tua yang terdampak ekonominya karena COVID," tambahnya.
Sementara terkait sumber dana, Pemprov DKI punya dua pilihan, yakni biaya tak terduga (BTT) penanganan COVID-19 atau menganggarkan bantuan uang pangkal sekolah swasta ke dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah perubahan (APBD-P).
Kepala Inspektorat DKI Michael Rolandi menyebut jika menggunakan anggaran BTT, Pemprov DKI bisa memasukkan bantuan ke dalam kategori jaring pengaman sosial.
"Kita di Gugus Tugas DKI punya bidang akuntabilitas. Di sana, ada anggota forkopimda seperti BPKP, Kejaksaan Tinggi, dan Reskrimsus. Nanti saya rapatkan dengan mereka, apakah dimungkinkan ini masuk dalam kategori BTT," ucap Michael.
Lalu, jika menggunakan APBD-P yang memerlukan pembahasan dengan DPRD, waktu penyertaan anggaran masih dimungkinkan untuk membayar uang pangkal. Sebab, sekolah swasta saat ini memberikan kesempatan perpanjangan pembayaran.
"Artinya tidak pada saat sekarang, tetapi di waktu yang panjang. Sehingga jika anggaran akan dibebankan APBD, masih dimungkinkan dimasukkan ke dalam APBD perubahan Tahun 2020," tuturnya.
Menanggapi hal ini, Anies meminta jajarannya mematangkan angka bantuan yang saat ini masih berupa asumsi. Kemudian, menyiapkan dokumen dan landasan hukum terkait program bantuan uang pangkal.
"Saya rasa, terkait dengan APBD-P, mungkin kita sudah mulai bisa gerilya mengobrol dengan komisi (DPRD DKI). Terkait dengan biaya, nanti minggu depan kita hitung. Untuk BTT, Pak Inspektur (Michael) bantu bicarakan dengan semua bagian," ucap Anies.