Sejumlah Hal yang Harus Diperhatikan Pemerintah Sebelum Memulai Pembelajaran Jarak Jauh atau Hibrida
Ilustrasi kelas kosong (Wokandapix/Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan, pembelajaran jarak jauh akan menjadi permanen setelah pandemi COVID-19. Belakangan, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril menerangkan pembelajaran tatap muka bukan ditiadakan namun dikolaborasi dengan pembelajaran daring atau hibrida. Sebab, pemerintah ingin agar pembelajaran daring tetap dilakukan meski pandemi telah berakhir.

Menanggapi keinginan pemerintah untuk mempertahankan pembelajaran jarak jauh ataupun menerapkan sistem hibrida, pengamat pendidikan Edy Suandi Hamid menilai ada beberapa hal yang harus dibereskan terlebih dulu oleh pemerintah. Salah satunya adalah jaringan internet di mana saja. Termasuk, di daerah-daerah yang dianggap menjadi daerah blankspot atau yang belum terjamah jaringan internet.

"Pemerintah secara bertahap harus meminimalkan adanya blank spot sehingga akses internet bisa digunakan di manapun," kata Edy saat dihubung VOI, Senin, 6 Juli.

Selain itu, pemerintah diminta untuk menyediakan akses internet gratis di sejumlah tempat. Mengingat, dalam pembelajaran jarak jauh keberadaan sambungan internet menjadi suatu keharusan. Hal ini, kata dia, dibutuhkan untuk menjawab keberatan orang tua dalam membeli paket internet.

Selanjutnya, Edy mengatakan pemerintah harus memperhatikan masalah biaya pendidikan. Harusnya, dengan memanfaatkan pembelajaran jarak jauh maka ada penurunan biaya sekolah yang dibebankan kepada orang tua siswa.

Sementara untuk menyiapkan para pendidik, dia menilai Kemendikbud perlu melakukan sosialisasi secara terus menerus dan pelatihan agar semua pengajar siap. "Infrastruktur juga harus disiapkan. Sehingga anak didik bisa mengakses pengajaran online-nya," tegas Edy.

Dirinya menyebut, tanpa adanya pandemi COVID-19, sebenarnya pembelajaran dengan sistem hibrida atau menggabungkan dua metode yaitu daring dan konvensional sudah pasti terjadi dan tak mungkin terhindarkan. Apalagi, menurutnya zaman kini makin canggih. 

Namun, pandemi ini dianggap mempercepat proses dan memaksa semua orang di sektor pendidikan menjadi terbiasa dengan kegiatan yang dilakukan secara daring. Termasuk dalam hal pembelajaran. Sehingga, wajar jika banyak hal yang ternyata belum disiapkan seperti kurikulum, modul, dan alat bantu pembelajaran.

"Ini karena memang situasinya terjadi tiba-tiba. Jadi untuk ke depannya, metode hibrid harus benar-benar dipersiapkan. Agar anak didik dan guru siap dengan teknologi dan belajar mandiri. Guru juga tentunya harus mempersiapkan modul, alat bantu ajar, dan cara mengajar yang baik," ungkapnya.

Polemik mengenai pembelajaran jarak jauh ini diawali dari pernyataan Mendikbud Nadiem Makarim. Menurut dia, pembelajaran jarak jauh bisa diterapkan secara permanen setelah pandemi COVID-19 berakhir. Apalagi Kemendikbud melihat, kegiatan belajar mengajar dengan memanfaatkan teknologi akan menjadi hal yang mendasar.

"Pembelajaran jarak jauh ini akan menjadi permanen. Bukan pembelajaran jarak jauh pure saja. Tapi hybrid model. Adaptasi teknologi itu pasti tidak akan kembali lagi," ungkap Nadiem saat rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, Kamis, 3 Juli yang lalu.

Pada waktu yang berbeda, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril kemudian menjelaskan lebih jauh pernyataan Nadiem yang berpolemik itu. 

"Itu bukan permanen, itu bisa digradasi, 10 persen online, 90 persen tatap muka atau bisa sebaliknya. Itu tergantung sekolah, seperti flip learning, bisa pekerjaan rumah dikerjakan di sekolah, di sekolah tinggal didiskusikan," kata Iwan dalam sebuah webinar, Senin, 6 Juli.

Menurut Iwan, penerapan sistem pembelajaran ini ini harusnya menjadi kemajuan di bidang pendidikan Indonesia. Apalagi saat ini dunia tengah memasuki era disrupsi yang serba teknologi. Sehingga diharapkan, dengan teknologi ini guru menjadi lebih mudah untuk mengajar muridnya dan lebih produktif.

Dia juga meminta agar kecemasan terhadap teknologi harus dihilangkan. Sebab, selama ini kecemasan terhadap teknologi menjadi penghalang dalam kemajuan ekosistem pendidikan di Indonesia. "Jadi ini merupakan sebuah komitmen yang sifatnya permanen bahwa memang kita sediakan berbagai macam platform pembelajaran baik itu daring dan luring agar guru bisa mengajar aktif dinamis dan efektif,” pungkasnya.