Anggap Penataan Kampung Tak Sesuai Janji Anies, LBH: Warga Malah Disuruh Sewa Rumah
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat meresmikan Kampung Susun Akuarium (Instagram dkijakarta)

Bagikan:

JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengkritik program penataan kampung berbasis partisipasi warga yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Salah satu penataan yang sudah terbangun berada di Kampung Akuarium, Jakarta Utara.

Pengacara publik LBH Jakarta, Yenny Silvia Sari Sirait mengutip pernyataan Anies saat masa kampanye Pilgub 2017 lalu. Saat itu, Anies mengatakan kampung bekas penggusuran Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan dibangun kembali.

Memang, warga Kampung Akuarium kembali mendapat fasilitas tempat tinggal berupa rumah susun. Namun, yang terjadi saat ini adalah warga dikenakan biaya sewa tinggal di Kampung Susun Akuarium tiap bulan.

"Pada praktiknya, betul memang dibangun kembali tapi dijadikan rusunawa, warga disuruh sewa, dipresentasikan selama lima tahun. Itu enggak menjamin keamanan bermukim. Orang disuruh bermukim di sana selama lima tahun, itu pendek banget," kata Yenni di Balai Kota DKI, Senin, 18 Oktober.

Yenny menganggap kebijakan ini tak jauh berbeda dengan program penggusuran zaman Ahok, yang saat itu Ahok juga menawarkan warga untuk tinggal di rumah susun sewa.

"Warga diminta untuk bayar sewa, itu bukan dikembalikan kampungnya seperti yang digadang gadang, tempat mereka digusur itu cuma dibangunkan kembali rusun untuk kemudian disewakan warga. Apa bedanya kalau mereka kemudian digusur dan dipindahkan ke rusunawa," cecar dia.

Siang tadi, LBH Jakarta menyerahkan rapor merah empat tahu kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan.

Ada 10 catatan yang tertuang dalam rapor merah tersebut. Kebijakan yang masuk dalam kritikan LBH adalah buruknya kualitas udara di Jakarta, akses air bersih yang belum merata, penanganan banjir yang belum optimal, lalu penataan kampung kota yang belum partisipatif.

Selanjutnya, Anies dianggap tak serius dalam memperluas akses terhadap bantuan hukum, warga masih sulit memiliki tempat tinggal, belum ada bentuk intervensi yang signifikan terkait permasalahan yang menimpa masyarakat pesisir dan pulau kecil.

Kemudian, penanganan pandemi yang masih setengah hati, penggusuran paksa yang masih menghantui warga Jakarta, hingga reklamasi yang masih terus berlanjut.