PDIP: Rapor Merah Sangat Layak Diberikan LBH Jakarta kepada Pemprov DKI
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Foto: Instagram @aniesbaswedan)

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendapat rapor merah dalam empat tahun kepemimpinannya. Rapor merah ini diberikan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Menanggapi hal itu, Ketua Fraksi PDIP Gembong Warsono menilai Anies memang sangat layak menerima rapor merah.

"Saya pikir rapor merah sangat layak diberikan LBH Jakarta kepada Pemprov DKI. Sudah pas itu," kata Gembong saat dihubungi, Selasa, 18 Oktober.

Menurut Gembong, rapor merah yang didapat Anies adalah buah dari janji Anies yang tak bisa dipenuhi selama memimpin Jakarta. Sebab, kata dia, banyak pelanggaran yang dilakukan Anies terhadap aturan yang ada.

Contohnya, dalam penataan Kampung Akuarium. Saat masa kampanye, Anies berjanji akan menberikan fasilitas penataan kampung berbasis partisipasi masyarakat. Faktanya, saat Kampung Susun Akuarium berdiri, ternyata warga harus membayar uang sewa rumah susun.

"Yang di Kampung Akuarium, ini contoh teladan yang tidak baik yang diberikan kepada warga Ibu Kota. Hanya sekadar menunaikan janji mereka. Itu kan tidak baik," cecar Gembong.

Kemudian soal penggusuran. LBH mencatat ada 79 titik penggusuran di Jakarta dengan jumlah korbam 277 KK dan 864 unit usaha. Penggusuran pun terus berlanjut. LBH mencatat, kasus penggusuran paksa dalam kepemimpinan Anies masih saja terjadi.

Yang terkini adalah kasus penggusuran paksa terhadap warga di RT 001 RW 001 Kelurahan Menteng Dalam dengan dalih program pencegahan banjir Provinsi DKI Jakarta.

"Janjinya tidak melakukan penggusuran tapi tetap melakukan penggusuran. Itu kan pembohongan," ungkap Gembong.

Sebagai informasi, kemarin LBH Jakarta menyerahkan rapor merah empat tahu kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan.

Ada 10 catatan yang tertuang dalam rapor merah tersebut. Kebijakan yang masuk dalam kritikan LBH adalah buruknya kualitas udara di Jakarta, akses air bersih yang belum merata, penanganan banjir yang belum optimal, lalu penataan kampung kota yang belum partisipatif.

Selanjutnya, Anies dianggap tak serius dalam memperluas akses terhadap bantuan hukum, warga masih sulit memiliki tempat tinggal, belum ada bentuk intervensi yang signifikan terkait permasalahan yang menimpa masyarakat pesisir dan pulau kecil.

Kemudian, penanganan pandemi yang masih setengah hati, penggusuran paksa yang masih menghantui warga Jakarta, hingga reklamasi yang masih terus berlanjut.