JAKARTA - Mantan Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum pada Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang mengatakan dirinya bakal partai politik setelah didepak dari pekerjaan lamanya. Menurutnya, partai politik adalah kendaraan strategis dalam sistem demokrasi namun keberadaannya belakangan ini kerap dikritik.
"Kepikiran sih kalau mau bikin perubahan yang punya impact besar kan partai politik adalah salah satu kendaraan strategis dalam sistem demokrasi. Sementara ini kan publik banyak mengkritik parpol jadi sebenarnya saya melihat ada peluang besar untuk membangun parpol yang bersih, berintegritas, dan akuntabel," kata Rasamala dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu, 13 Oktober.
Hanya saja, niatan tersebut masih didiskusikan dengan koleganya dan nantinya dia akan meminta pandangan dari tokoh bangsa. Apalagi, partai ini nantinya punya agenda strategis untuk membersihkan Indonesia dari praktik rasuah yang marak terjadi.
Rasamala tak menampik upaya mendirikan partai politik yang nantinya digadang-gadang bernama Partai Serikat Pembebasan tentu tidak mudah. Namun, dia meyakini partai bentukannya itu nantinya bisa mendorong berbagai perubahan termasuk Indonesia yang bersih dari korupsi.
"Syarat pendirian partai politik kan memang rumit tapi layak dicoba. Kalau bisa terwujud (Partai Serikat Pembebasan), saya yakin kita bisa memberikan dorongan lebih kuat lagi untuk perubahan, dan kemajuan bagi indonesia tentu syaratnya Indonesia mesti bersih dari korupsi," ungkapnya.
Sementara saat disinggung kemungkinan bergabung dengan partai lain, Rasamala mengaku dirinya dan koleganya yang tersingkir dari KPK setelah gagal jadi Aparatur Sipil Negara (ASN) belum berminat. Alasannya, ideologi partai yang saat ini sudah ada belum tentu sejalan dengan pemikiran mereka.
"Sementara ini gagasannya adalah membangun partai yg bersih, berintegritas dan akuntabel, belum terpikir soal tawaran dari partai, tapi dalam konteks membangun aliansi untuk memajukan negara kan segala kemungkinan bisa saja dijajaki," ujar Rasama.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, KPK secara resmi memberhentikan dengan hormat puluhan pegawainya per 30 September lalu. Mereka diberhentikan karena tak bisa menjadi ASN sesuai mandat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.
Para pegawai tersebut di antaranya penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, penyelidik KPK Harun Al-Rasyid, serta puluhan nama lainnya.
Selain itu, ada juga penyidik muda Lakso Anindito yang gagal setelah ikut tes susulan karena baru selesai bertugas. KPK berdalih mereka tak bisa jadi ASN bukan karena aturan perundangan seperti Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 melainkan karena hasil asesmen mereka dalam TWK.