JAKARTA - Proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung kembali disorot berbagai kalangan, khususnya DPR RI. Pasalnya, anggaran yang awalnya dibebankan pada pihak swasta kini dibiayai oleh APBN.
Menyikapi itu, Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi menilai, pemerintah perlu melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan juga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit terhadap pelaksanaan megaproyek kereta cepat Jakarta Bandung.
"KPK dan BPK, agar tidak ada penyimpangan. Penggunaannya harus dilakukan secara akuntabel dan transparan,” ujar Baidowi, Senin, 11 Oktober.
Kendati demikian, menurut Sekretaris Fraksi PPP DPR RI ini, proyek infrastruktur tersebut perlu disikapi secara bijaksana, baik dari pemerintah maupun masyarakat agar tetap berjalan. Apalagi, pandemi COVID-19 telah berdampak bagi perencanaan pembangunan di Indonesia.
"Pilihannya apakah pembangunan mangkrak atau lanjut dan bermanfaat. Maka kehadiran negara penting untuk memastikan pembangunan infrstruktur berlanjut,” kata Baidowi.
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.
BACA JUGA:
Sejumlah revisi turut disertakan dalam regulasi terbaru tersebut, di mana salah satunya proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung kini bisa didanai APBN dalam Pasal 4 ayat 2.
"Pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal," bunyi beiled tersebut.
Berkat hal ini, APBN jadi opsi untuk disalurkan sebagai sumber pembiayaan yang disalurkan lewat PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang memiliki andil sebagai perusahaan patungan dari sejumlah perusahaan BUMN.