Lebih Mematikan daripada COVID-19 di Afrika, WHO Dukung Penggunaan Vaksin Malaria untuk Anak-anak
Ilustrasi nyamuk anopheles albimanus penyebab malaria. (Wikimedia Commons/James Gathany)

Bagikan:

JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan pada Hari Rabu, satu-satunya vaksin yang disetujui untuk melawan malaria, bisa diberikan secara luas kepada anak-anak Afrika untuk melawan penyakit yang membunuh ratusan ribu orang setiap tahun tersebut.

Rekomendasi WHO adalah untuk RTS,S atau Mosquirix, vaksin yang dikembangkan oleh pembuat obat Inggris GlaxoSmithKline (GSK). Sejak tahun 2019, sebanyak 2,3 juta dosis Mosquirix telah diberikan kepada bayi di Ghana, Kenya, dan Malawi dalam program percontohan skala besar yang dikoordinasikan oleh WHO.

Mayoritas dari mereka yang dibunuh oleh penyakit ini berusia di bawah lima tahun. Program percontohan tersebut mengikuti uji klinis selama satu dekade di tujuh negara Afrika.

"Ini adalah vaksin yang dikembangkan di Afrika oleh para ilmuwan Afrika dan kami sangat bangga," kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengutip Reuters 7 Oktober.

"Menggunakan vaksin ini selain alat yang ada untuk mencegah malaria dapat menyelamatkan puluhan ribu jiwa muda setiap tahun," tambahnya, mengacu pada tindakan anti-malaria seperti pemasangan kelambu dan penyemprotan.

Malaria jauh lebih mematikan daripada COVID-19 di Afrika. Itu membunuh 386.000 orang Afrika pada 2019, menurut perkiraan WHO, dibandingkan dengan 212.000 kematian yang dikonfirmasi dari COVID-19 dalam 18 bulan terakhir.

WHO mengatakan, 94 persen kasus dan kematian malaria terjadi di Afrika, benua berpenduduk 1,3 miliar orang. Penyakit yang dapat dicegah ini disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, dengan gejala termasuk demam, muntah dan kelelahan.

Kendati efektivitas vaksin dalam mencegah kasus malaria parah pada anak-anak hanya sekitar 30 persen, tetapi itu adalah satu-satunya vaksin yang disetujui. Regulator obat Uni Eropa (EMA) menyetujuinya pada 2015, dengan mengatakan manfaatnya lebih besar daripada risikonya.

"Beginilah cara kami memerangi malaria, melapisi alat yang tidak sempurna di atas satu sama lain," ujar Ashley Birkett, yang memimpin pekerjaan vaksin malaria global di Path, sebuah organisasi kesehatan global nirlaba yang telah mendanai pengembangan vaksin dengan GSK dan tiga negara percontohan.

Vaksin lain melawan malaria, yang dikembangkan oleh para ilmuwan di Universitas Oxford Inggris dan disebut R21/Matrix-M, menunjukkan kemanjuran hingga 77 persen dalam penelitian selama setahun yang melibatkan 450 anak-anak di Burkina Faso, kata para peneliti pada bulan April. Tetapi, vaksin ini masih dalam tahap penelitian. GSK juga menyambut baik rekomendasi WHO tersebut.

"Keputusan penting yang telah lama ditunggu-tunggu ini dapat menghidupkan kembali perang melawan malaria di wilayah tersebut, pada saat kemajuan dalam pengendalian malaria terhenti," tutur Thomas Breuer, Kepala Pejabat Kesehatan Global, dalam sebuah pernyataan.

Untuk diketahui, rekomendasi tersebut diumumkan bersama di Jenewa oleh badan penasehat utama WHO untuk malaria dan imunisasi, Kelompok Penasihat Kebijakan Malaria dan Kelompok Penasihat Strategis Ahli Imunisasi.