Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyebut perlu komitmen dari militer Myanmar, untuk menyelesaikan krisis yang terjadi di negara itu, seiring dengan pengambilalihan kekuasaan.

Militer Myanmar dipimpin Jenderal Senior Min Aung Hlaing menggulingkan pemerintahan sipil lewan kudeta 1 Februari, memenjarakan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden U Win Myint, menyebabkan bentrokan bersenjata dan krisis hingga saat ini.

Dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum ke-76 PBB Presiden Jokowi mengatakan, potensi praktik kekerasan dan marjinalisasi perempuan di Afghanistan, kemerdekaan Palestina yang semakin jauh dari harapan, serta krisis politik di Myanmar harus menjadi agenda kita bersama.

"Pemimpin ASEAN telah bertemu di Jakarta dan menghasilkan 'Five Point of Consensus' yang implementasinya membutuhkan komitmen militer myanmar," sebut Presiden Jokowi dalam pidato virtual yang disiarkan di akun YouTube Kementerian Luar Negeri Indonesia Kamis 23 September

"Kita harus tetap serius melawan intoleransi, konflik, terorisme dan perang. Perdamaian dalam keberagaman, jaminan hak perempuan dan kelompok minoritas harus ditegakkan," tegas Presiden Jokowi.

Sebelumnya, dalam pertemuan 'Asia Society' dua hari lalu, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi yang didapuk sebagai pembicara virtual menerangkan, Indonesia mengajak negara anggota ASEAN agar implementasi 'Five Point of Consensus' dapat terus dijalankan.

"Karena ini merupakan mandat yang jelas yang diberikan para pemimpin ASEAN di dalam pertemuan di Jakarta pada April yang lalu," sebut Menlu Retno Marsudi dalam keterangan tertulisnya.

"Kita harus akui implementasi 'Five Point of Consensus' mengalami kelambatan, namun Indonesia akan terus berusaha agar terdapat kemajuan-kemajuan," tandasnya.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.