Bagikan:

JAKARTA - Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Giri Suprapdiono bilang, dia dan 56 pegawai yang dipecat akibat Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tak akan mendapatkan pesangon maupun tunjangan.

Menurutnya, para pegawai hanya akan mendapat tunjangan hari tua dan pencairan BPJS yang sudah dipotong sebelumnya dari gaji mereka. Hal ini disampaikan melalui sebuah utas di akun Twitter miliknya, @girisuprapdiono.

"57 pegawai KPK yg dipecat itu tanpa pesangon dan pensiun sama sekali. Tetapi SK pemecatan ketua KPK ini berbunyi seakan mrk memberikan tunjangan, padahal itu adalah tabungan kita sendiri dlm bentuk tunjangan hari tua & BPJS," tulis Giri yang dikutip pada Senin, 20 September.

Ia lantas membandingkan nasibnya dan puluhan pegawai KPK lain yang akan didepak per akhir September mendatang dengan buruh pabrik. Kata Giri, buruh pabrik yang dipecat dari pekerjaannya saja mendapatkan pesangon.

Dia juga menyebut puluhan pegawai yang sudah berjuang memberantas korupsi, kini malah dicampakkan seperti sampah. "Padahal mrk telah berjasa menyelamatkan uang negara dr koruptor pencuri ratusan trilun," ujar Giri.

Tak hanya itu, gelagat untuk memberikan tunjangan hari tua dan menyalurkan ke BUMN juga dianggapnya sebagai akal bulus para Pimpinan KPK. Sehingga, harus terus dilawan.

"Kedzaliman dan pengkhianatan dalam pemberantasan korupsi tidak bisa kita diamkan. Harus kita lawan," tegasnya.

Lebih lanjut, Giri yakin jika rezeki memang sudah diatur. Ia juga meyakini para pegawai bisa tetap hidup dengan berbagai cara seperti beternak lele, berjualan, maupun menulis buku dan berdagang.

Giri yakin cara ini lebih baik untuk mendapat penghidupan dari pada bermain kasus di KPK seperti yang dilakukan oleh bekas penyidik, Stepanus Robin Pattuju yang jadi makelar kasus.

"Kita selalu gembira menjemput rejeki. Tuhan telah mengaturnya scr presisi. Beternak lele, jual siomay- gorengan, membuat kue, pelihara kambing, bertani, menulis buku, mengajar, berdagang... lebih baik bagi kami daripada menggadaikan diri, layaknya lacur diri di Tanjung Balai," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, 57 pegawai dinyatakan tak bisa lagi bekerja di KPK karena mereka tak bisa menjadi ASN sesuai mandat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 per akhir September mendatang. Para pegawai tersebut di antaranya penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, penyelidik KPK Harun Al-Rasyid, serta puluhan nama lainnya.

Komisi antirasuah berdalih ketidakbisaan mereka menjadi ASN bukan karena aturan perundangan seperti Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 melainkan karena hasil asesmen mereka.

Tak hanya itu, KPK juga memastikan para pegawai telah diberikan kesempatan yang sama meski mereka telah melewati batas usia atau pernah berhenti menjadi ASN.

Hanya saja, keputusan itu menimbulkan polemik mengingat ditemukannya sejumlah maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam proses TWK oleh Ombudsman RI. Tak hanya itu, Komnas HAM juga menemukan adanya pelanggaran 11 hak para pegawai.

Sehingga, hal ini menjadi polemik. Apalagi, KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak mau menindaklanjuti tindakan korektif maupun rekomendasi yang masing-masing dikeluarkan oleh Ombudsman RI dan Komnas HAM.