Pembudidaya Lobster: Permen KKP Jelas-Jelas Memihak ke Pengusaha, Bukan ke Nelayan
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait ekspor benih lobster terus menuai reaksi. Pemerintah mengklaim kehadiran Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 adalah demi menumbuhkan geliat budidaya lobster.

Pembudidaya lobster asal Lombok Timur, Amin Abdullah justru berpandangan lain. Amin mengatakan, jika membaca secara kasat mata, Permen KKP nomor 12 tahun 2020 memang mengakomodir semua kepentingan. Di peraturan itu tertuang aturan untuk semua komunitas baik nelayan, pembudidaya maupun kuota ekspor yang diperbolehkan.

Namun, kata Amin, aturan yang dikeluarkan pemerintah dalam hal ini KKP, justru ada keberpihakan terhadap eksportir atau pengusaha. Menurut Amin, Permen KKP bukan memihak pembudidaya lobster termasuk nelayan.

"Permen KKP itu adalah rohnya adalah ekspor benih. Mengapa? Karena permen KKP Mei dikeluarkan, tetapi kalau kita lihat hari ini faktanya sudah ada beberapa perusahaan yang bisa mengekspor benih. Padahal permen KKP mensyaratkan, para eksportir harus melakukan kegiatan budidaya. Ini menurut permen KKP pasal 5," katanya, dalam diskusi virtual, Jumat, 10 Juli.

Amin mengatakan, butuh waktu 8 sampai 12 bulan melakukan budidaya untuk mendapatkan lobster dengan ukuran 150 sampai 200 gram. Hal ini yang menjadi pertanyaan pihaknya, bagaimana bisa peraturan baru sebulan berlaku perusahaan eksportir sudah bisa menjalankan ekspor benih.

Apalagi, kata Amin, di dalam Pemen KKP nomor 12 disyaratkan budidaya harus dilakukan oleh perusahaan secara berkelanjutan dengan catatan perusahaan melepas atau restocking benih sebanyak 2 persen.

"Dari mana ini kok bisa teman-teman eksportir ini melakukan kegiatan ekspor benih? Sementara mandat Permen KKP tertulis seperti itu? Ini menjadi pertanyaan besar. Kami mencurigai bahwa Permen KKP nomor 12 tahun 2020 bungkusannya ada dibudidaya, tetapi sebenarnya hanya kamuflase untuk pemanis supaya teman-teman budidaya se-Indonesia atau di Lombok ini jangan berontak," tuturnya.

Perlu Dukungan Pemerintah Agar Pembudidaya Lobster Hidup

Awalnya, Amin bercerita, di Lombok terdapat overfishing atau penangkapak ikan berlebihan. Sebab, perikanan tangkap begitu ramai. Sehingga rekomendasi yang harus dikeluarkan dari pemerintah saat itu adalah budidaya. Ini adalah latar belakang pembudidayaan tumbuh di Lombok.

Lebih lanjut, Amin mengatakan, pembudidayaan lobster berkembang dengan bagus tahun 2010 hinga 2013. Kemudian di tahun 2013, 2014 sampai 2015 kegiatan budidaya lobster mengalami kolaps di Lombok karena tidak mampu membeli atau mendapatkan benih lobster yang sesuai dengan ukuran.

"Tidak mendapatkan benih sesuai dengan keinginan budidaya. Karena semua benih lobster, digiring ke Vietnam ini tahun 2012 sampai 2014. Sehingga para pembudidaya itu mengalami kolaps pada waktu," katanya.

Kemudian, lanjut Amin, para pembudidaya mengadakan rapat besar di Lombok Timur untuk meminta rekomendasi dari DPRD, Dinas Perikanan, dan perwakilan pemerintah. Hasilnya adalah mendorong gubernur untuk mengeluarkan mengatur kuota supaya pembudidaya dapat benih di tahun 2015.

"Tetapi belum sampai rekomendasi ini ke gubernur menteri Kelautan dan Perikanan pada saat itu Bu Susi Pudjiastuti mengeluarkan Peraturan Menteri nomor 56 tahun 2016. Tahun 2020 keluar Pemen KKP nomor 12 ini ruhnya ekspor," katanya.

Amin mengatakan, seharunya pemerintah mengeluarkan aturan yang berpihak kepada pembudidaya ketimbang membuka ekspor benih yang manfaatnya hanya memperhatikan jangka pendek.

Lebih lanjut, Amin menilai, kebijakan ini sungguh ironis. Sebab, Vietnam yang luas lautnya hanya sebesar Lombok Timur mampu menjadi ekportir lobster terbesar di dunia. Seharunya, Indonesia mampu mengalahkan Vietnam karena lautnya lebih luas.

"Pertanyaannya adalah mengapa kita tidak bisa seperti Vietnam? Masyarakat juga bisa melakukan budidaya. (Karena) kebijakan-kebijakan pemerintah lah yang menghancurkan kegiatan budidaya," tuturnya.

Amin mengatakan, harus ada intervensi dari pemerintah menguatkan dari sisi dukungan terhadap budidaya. Apalagi, masyarakat Indonesia telah memiliki pengalaman melakukan budidaya lobster.

Menurut Amin, masa depan Indonesia ada pada para nelayan dan pembudidaya bukan pada ekspor benih lobster. Karena hal ini, pemerintah harusnya mendukung dengan mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada para pembudidaya.

"Bagaimana men-support baik itu teknologi, keterampilan, pendidikan apapun itu kepada teman-teman pembudidaya untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan. Didukung oleh kebijakan-kebijakan yang berpihak dan menguntungkan mereka, bukan lalu mengeluarkan permen atau kebijakan-kebijakan yang merugikan," ucapnya.