Aturan Belum Jelas, Ekspor Lobster Dinilai Harus Dihentikan
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus), Kepiting (Scylla), dan Rajungan (Portunus) dianggap sejumlah pihak bermasalah. Terlebih, perusahaan eksportir benih lobster ke Vietnam beberapa waktu lalu diduga tidak membayar pungutan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).

Selain itu, ada kabar yang menyebutkan bahwa dalam penunjukan eksportir juga diduga ada kongkalikong. DPR dan pegiat anti korupsi pun meminta ekspor lobster dihentikan sementara.

Anggota Komisi IV DPR Ono Surono meminta KKP harus transparan dalam melakukan ekspor lobster. Apalagi, informasi yang dia dapat, urusan pajak masih menunggu peraturan Menteri Keuangan.

"Sedangkan ekspornya sudah jalan. Berarti enggak benar ini. Makanya, kalau bisa ditutup dulu. Jangan dibuka ekspor sebelum aturannya jelas," ujar Ono, Selasa 23 Juni.

Ono melanjutkan ekspor harus dihentikan karena izin tidak bisa berdiri sendiri. Menurutnya, tetap ada aturan lanjutan dengan pajak dan ekspornya.

Jika aturan dari Kemenkeu belum keluar, tentu pemasukan pajak tidak jelas ke mana. Dia pun menduga ekspor yang sudah terjadi merupakan ilegal.

Dia pun menilai tindakan KKP terlalu gegabah dan terburu-buru. KKP menurutnya harus berhati-hati dalam memberikan izin ekspor, karena nelayan harus diperhatikan dan korporasi mempunyai kewajiban akan hal itu.

"Mereka harus punya tanggung jawab misalnya bisa ekspor harus membangun pembudidaya lobster. Dia harus tanggung jawab, jangan hanya mau untungnya saja. Kalau bisa melakukan pelatihan dan pembinaan kepada nelayan-nelayan.

Legalkan Penyelundupan

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan senada. Dia menilai kebijakan melegalkan ekspor benur tidak tepat.

Terlebih, kata dia, belum ada Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang masuk. Ia mengatakan, jika eksportir itu tidak kena bea dan PNBP, maka sama saja dengan melegalkan penyelundupan.

"Bea ekspor dan PNBP harus kena, jangan sampai ini tidak ada masuk uang ke negara. Sama saja penyelundupan kalau gitu," tuturnya.

Ia meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan bersikap tegas, terutama di pengawasan. Pasalnya, kata Boyamin, KKP memiliki penyidik, dan bagian patroli. 

"Controlling tidak bisa hanya mengandalkan polisi perairan pelabuhan, bea cukai, atau petugas bandara. Harus dari KKP, mereka kan diberi patroli dan lain-lain, harus dipastikan yang nangkap benih-benih ini, langsung saja dipajak, jangan sudah ekspor baru disuruh bayar pajak," tuturnya.

Boyamin juga menilai kebijakan Menteri KKP ini berbanding bumi dan langit dengan saat era Susi Pudjiastuti. Dia juga menduga pemain ekspor benur adalah orang yang itu-itu saja bisa terlihat dari pengungkapan penyelundupan saat Menteri KKP dijabat Susi Pudjiastuti.

"Jaman benur dilarang, penyelundup ya itu-itu saja, di beberapa tempat saya dapat info dari teman-teman polisi, pemainnya ya dia dia lagi, apalagi sekarang diizinkan ekspor, sudah pasti itu-itu juga," ujarnya.

Menurut Boyamin, bisnis benur ini memang sangat menggiurkan. Hal itu, kata dia, terbukti saat pelarangan, penyelundup berani membawa melalui jalur penerbangan.

"Naik pesawat itu kan nekat juga dan modal besar, berarti untung besar, kalau misal naik perahu dari Kepulauan Riau ke Singapura, itu mungkin modalnya tidak besar," tuturnya.

KKP Mengelak

Sementara itu, saat rapat kerja bersama Komis IV DPR, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memastikan tidak ada pelanggaran dalam kegiatan ekspor benih lobster sejauh ini. Edhy memastikan pihaknya akan tetap mengikuti semua aturan yang ada.

"Tidak ada pelanggaran atau tumpang tindih, karena semua yang menangani di Dirjen Bea Cukai," kata Edhy.

Edhy membenarkan bahwa aturan PNBP ini belum rampung, namun sudah dalam tahap penyelesaian.

"Saya juga baru tahu ternyata cukup sulit juga untuk lakukan ini, tapi sudah ada jalan keluarnya," kata Edhy.

Edhy mengaku tidak ngotot juga dengan ekspor benih lobster ini. Dia mengklaim KKP hanya ingin menyelamatkan hidup nelayan yang selama ini bergantung pada benih lobster. Menurutnya  tidak akan ada praktik pilih-pilih bagi eksportir benih lobster ke depannya.

Kepala Subdirektorat Jenderal Humas Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Deni Surjantoro mengatakan, ekspor benih lobster sudah dilakukan, oleh PT TAM dan PT ASL pada 12 Juni 2020 melalui Bandara Soekarno-Hatta. Berdasarkan data Kantor Bea dan Cukai Soekarno-Hatta, ekspor benih lobster PT TAM dan PT ASSR dikemas dalam 7 koli. PT TAM mengekspor benih lobster sebanyak 60.000 ekor, sedangkan PT ASSR sekitar 37.500 ekor.

Ekspor ini dinilai janggal. Karena KKP masih menggodok Peraturan Menteri Keuangan terkait ekspor benih lobster dan mekanisme pungutan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Anehnya, ketika aturan final belum dikeluarkan, justru sudah ada dua perusahaan yang mengekspor.