JAKARTA - Kepala Bidang Perencanaan Strategis dan Pendanaan Pembangunan Bappeda Provinsi DKI Jakarta Feirully Irzal membantah bahwa perencanaan reklamasi Ancol saat ini sama dengan perizinan proyek reklamasi teluk Jakarta pada zaman kepemimpinan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Poernama (Ahok).
Pernyataan ini disampaikan dalam klarifikasi lanjutan setelah Feirully menjelaskan masalah perizinan reklamasi Pulau K dan Pulau L di Ancol dalam rapat bersama Komisi B DPRD DKI.
"Tidak ada pernyataan saya yang menyebutkan bahwa reklamasi perluasan kawasan Ancol Timur saat ini merupakan pemanfaatan reklamasi pulau L yang akan dibangun pada zaman Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok," kata Feirully dalam keterangan yang diterima VOI, Rabu, 8 Juli malam.
Dalam rapat pembahasan bersama Komisi B DPRD DKI, Rabu, 8 Juli, mulanya Anggota Komisi B Gilbert Simanjuntak mempermasalahkan lokasi reklamasi Ancol Pulau L seluas 120 hektare. Padahal, menurut Gilbert, lokasi tersebut sama saja dengan reklamasi Pulau L di teluk Jakarta yang izinnya sudah dicabut oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Hanya saja, jika pada zaman kepemimpinan Ahok, pemegang Pulau L adalah PT Manggala Kridayuda dengan seluas 481 hektare, kini Pulau L akan digarap oleh PT Pembangunan Jaya Ancol dengan luas 120 hektare.
"Saya agak sedikit kebingungan. Di reklamasi lama, Pulau L yang sblmnya 481 hektar itu milik Manggala Kridayuda, kenapa sekarang menjadi 120 hektar miliknya Ancol?" tanya Gilbert.
Rully menjawab alasan Ancol bisa menjadi pemegang proyek Pulau L. Kata dia, pada 21 September 2012, mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo memberi izin prinsip reklamasi pulau L kepada Ancol lewat Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2012 Tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Lalu, saat Ahok memimpin DKI pada 2014-2017, ada perpanjangan izin prinsip reklamasi Pulau G, F, I, dan K. Hingga akhirnya pada tahun 2018, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut semua izin reklamasi teluk Jakarta, kecuali Pulau C, D, G, dan M. Jadi, menurut Feirully, izin prinsip tetap diberikan oleh Fauzi Bowo.
"Jadi, pulau L itu izin prinsipnya diserahkan kepada Ancol pada tahun 2012. Sebenarnya, 120 hektar yang di Ancol timur itu bagian dari sisi selatannya pulau L (yang sebelumnya milik PT Manggala Kridayuda seluas 481 hektare)," jelas Rully.
BACA JUGA:
Kata Rully, secara perijinan dan kajian awal yang mendasarinya, tidak tepat jika disamakan dengan pulau L yang sudah dicabut izin prinsipnya oleh Gubernur Anies Baswedan melalui surat Nomor 1041/-1.794.2 tanggal 6 September 2018.
"Saat ini berbeda sama sekali bentuknya dan peruntukan ruangnya dengan rencana pulau L saat itu, karena sekarang dimanfaatkan untuk salah satunya pembangunan Museum Rasulullah dan rencana perluasan area rekreasi Taman Impian Ancol Timur," ungkap Feirully.
Meski izin Pulau L reklamasi teluk Jakarta sudah dicabut, namun Pemprov DKI masih punya perjanjian kerja sama (PKS) pembuangan lumpur pengerukan sungai Proyek Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) dengan PT Pembangunan Jaya Ancol sejak tahun 2009.
Ada lumpur hasil pengerukan sungai dan waduk yang harus dipindahkan ke Ancol. Agar bentuk reklamasi berbeda dengan reklamasi Pulau L yang izinnya sudah dicabut, maka Pulau L saat ini dibuat menyatu dengan kawasan Ancol Timur.
"Dengan semua izin itu dicabut, maka kita perlu melakukan sesuatu terhadap daratan yang sudah terbentuk dari pengurukan tersebut. Daratan itu bagian dari pulau L, tapi sekarang tidak lagi pulau karena tergabung dengan daratan," pungkasnya.