Bagikan:

JAKARTA - Pemberian izin reklamasi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kepada PT Pembangunan Jaya Ancol seluas 150 hektare dipermasalahkan. Izin yang tertuang dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Nomor 273 Tahun 2020 ini terkesan dibuat dalam senyap. Sebab, Kepgub ini sudah diteken pada Februari lalu namun baru diketahui sekarang.

Satu hal yang dipertanyakan adalah konsistensi Anies dalam pembuatan perizinan perluasan rekreasi di kawasan Ancol tersebut. Relawan Anies semasa kampanye Pilkada 2017 menyangsikan komitmen Anies yang menentang dan berjanji menghentikan proyek reklamasi sebelum akhirnya terpilih memimpin Jakarta.

"Kami pada saat awal Pilkada DKI Jakarta mendukung Anies dan Sandi daripada pasangan yang lain karena kegigihannya yang tetap menolak kegiatan reklamasi dalam bentuk apapun," kata koordinator Relawan Jaringan Warga Anies-Sandi, Sanny A Irsan, saat dikonfirmasi pada Selasa, 30 Juni.

Namun belakangan Anies malah memberikan izin reklamasi. "Perizinan ini membuat tanda tanya besar bagi sebagian besar pendukungnya terutama pendukung beliau di wilayah pesisir Jakarta dan Kepulauan Seribu," ucap dia.

Sanny berpendapat, ada indikasi bahwa reklamasi kawasan rekreasi Ancol merupakan sulapan dari rencana proyek reklamasi di Pulau K dan Pulau J yang tak jadi dibangun karena perizinanya telah dicabut.

Namun, konsep reklamasi ini diubah dengan menyambung lahan buatan dengan daratan di kawasan Ancol. Dengan begitu, reklamasi ini tak lagi terlihat seperti pulau.

"Seperti yang kita tahu, kedua pulau ini terletak di area Pantai Ancol Taman Impian. Ada indikasi perizinan reklamasi ini merupakan kelanjutan dari rencana awal Reklamasi pulau K dan Pulau J tetapi dengan konsep berbeda," ungkap dia.

Mau bagaimanapun, kata Sanny, kegiatan menguruk atau menimbun tanah di perairan laut tetap saja dinamakan reklamasi. Hal ini jelas melanggar janji kampanye Anies pada kampanye Pilkada DKI dua tahun lalu.

"Harapan kami, Semoga Pak Anies Baswedan dapat segera membatalkan rencana reklamasi di Ancol dengan mencabut Kepgub agar tidak mengecewakan masyarakat Jakarta, khususnya warga di pesisir utara Jakarta," ungkap Sanny.

Senada, Anggota Komisi B DPRD DKI Gilbert Simanjuntak juga menganggap Anies membohongi konstituennya dengan melanggar salah satu dari 23 janji kampanyenya semasa Pilkada DKI, yakni soal penghentian reklamasi.

"Perizinan reklamasi ini tidak sesuai dengan apa yang jadi janji kampanyenya. Dia tidak konsisten. Bagaimana bisa kita menghargai orang yang tidak konsisten? Padahal, harga diri manusia itu ada di ucapannya," kata dia.

Gilbert mengaku Komisi Bidang Perekonomian DPRD DKI kecolongan atas terbitnya perizinan reklamasi di Ancol. Kata dia, PT Pembangunan Jaya Ancol, sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI, tidak pernah menyampaikan laporan terkait rencana kegiatan perluasan rekreasi Ancol dalam rapat bersama Komisi bidang perekonomian tersebut.

"Kita juga bingung, tiba-tiba itu sudah ada kepgubnya. (Kepgub) itu kan proses lama, diterbitkan dari Februari. Selama rapat dengan Jaya Ancol, mereka juga enggak menyampaikan ke kita," kata Gilbert.

Namun, Gilbert menganggap perizinan reklamasi Ancol dalam Kepgub 273/2020 belum kuat untuk menjadi landasan hukum jika nanti Ancol mulai melakukan pembangunan. Sebab, kata Gilbert, kegiatan reklamasi harus diatur dalam peraturan daerah (perda) yang penyusunannya melibatkan DPRD.

"Ini kan mau manambah daratan baru, tentu saja DPRD harus membahas analisis mengenai dampak lingkungan dan segala macamnya," ungkap dia.

Sebagai informasi, perizinan perluasan kawasan Ancol ditetapkan dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 237 Tahun 2020 pada 24 Februari 2020. Rinciannya, izin perluasan kawasan rekreasi seluas 35 hektare untuk rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) dan 120 hektare untuk perluasan lahan yang tersebar di kawasan Ancol. 

Perluasan kawasan oleh PT Pembangunan Jaya Ancol harus terlebih dahulu melengkapi sejumlah kajian teknis, yakni kajian penanggulangan banjir yang terintegrasi, dampak pemanasan global, perencanaan pengambilan material perluasan kawasan, perencanaan infrastruktur/prasarana dasar, analisa mengenai dampak lingkungan, dan kajian lainnya.

Terhadap pemberian izin, PT Pembangunan Jaya Ancol diwajibkan menyediakan prasarana, sarana, dan utilitas dasar yang dibutuhkan dalam pengembangan kawasan. Misalnya, jaringan jalan, angkutan umum, utilitas, infrastruktur pengendali banjir, ruang terbuka biru, ruang terbuka hijau, sarana pengeloaan limbah, dan sedimentasi sungai sekitar perluasan kawasan.