Izin Reklamasi Ancol Dinilai Tidak Punya Payung Hukum yang Kuat
Suasana penguncul pantai Ancol (Foto: Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai cacat hukum terkait izin reklamasi seluas 155 hekatare kepada PT. Impian Jaya Ancol. Sebab, izin itu dikeluarkan sebelum adanya payung hukum yang kuat, yakni peraturan daerah (Perda) terkait reklamasi Ancol.

"Perizinan ini belum ada perdanya sendiri sebagai dasar untuk mengeluarkan keputusan gubernur. Padahal, Perluasan harus didasarkan pada Perda rencana detail tata ruang (RDTR) dan zonasi. Faktanya, tidak ada satupun perda yang dipakai," kata Anggota Komisi B DPRD DKI Gilbert Simanjuntak saat dihubungi, Rabu, 8 Juli. 

Menurut dia, kurang tepat Pemprov DKI mengeluarkan izin dengan landasan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemprov DKI sebagai Ibu Kota NKRI, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Menurut dia, UU tersebut terkesan dipaksakan untuk menjadi landasan hukum yang melegalisasi perizinan reklamasi Ancol. 

Sebab, dalam mengeluarkan perizinan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan harus memiliki payung hukum berupa Perda mengenai RDTR dan zonasi. Rancangan perda ini harus melewati pembahasan antara Pemprov DKI sebagai eksekutif dan DPRD sebagai legislatif.

Kemudian, Gilbert mempertanyakan alasan Anies hanya memberi sisa lima persen lahan reklamasi yang menjadi milik Pemprov DKI sepenuhnya, dari seluruh lahan yang akan digunakan pengembang.

"Dasar penentuan 5 persen dari mana? Sebab, dari reklamasi, mestinya kita punya 38 persen lahan yang bisa dimiliki. Sekarang, yang kita punya pada saat ini hanya 5 persen dari sebegitu besarnya perluasan lahan," ungkap Gilbert. 

Oleh sebab itu, Gilbert meminta Anies mencabut Kepgub 237 Tahun 2020 saol izin reklamasi Ancol karena dianggap cacat hukum. "Ini menjadi preseden buruk dalam tata pamong dan sarat kepentingan. Sebaiknya SK tersebut batal karena cacat hukum. Sebab, ini bisa menjadi contoh buruk yang bisa diikuti kepala daerah yang lain," tutup dia.

Sebagai informasi, perizinan perluasan kawasan Ancol ditetapkan dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 237 Tahun 2020 pada 24 Februari 2020. Rinciannya, izin perluasan kawasan rekreasi seluas 35 hektare untuk rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) dan 120 hektare untuk perluasan lahan di kawasan Ancol Timur. 

Pemprov DKI mengeluarkan izin reklamasi Ancol karena DKI memiliki tanah hasil pengerukan sungai dari program Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) dan Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP). Program ini merupakan proyek darurat penanggulangan banjir Jakarta.

Nantinya, lahan reklamasi akan digunakan untuk membangun fasilitas rekreasi, di antaranya Bird Park, Masjid Apung, Symphony of the Sea, New Resto, dan pedestrian bundaran timur. Fasilitas ini akan mulai dibangun pada 2021.

Selain itu, akan dibangun juga Dufan Hotel, symphony of the sea tahap 3 (Bundaran Timur ke lumba-lumba) dan tahap 4 (lumba-lumba ke dunia fantasi) yang ditargetkan akan dibangun pada 2022. Kemudian, ada Ancol residence mulai dibangun pada 2021 hingga 2024 dan ocean fantasy dibangun 2021 hingga 2023.