Perbedaan Reklamasi Ancol dan Teluk Jakarta Versi Anies Baswedan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Foto: Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan bahwa reklamasi Ancol yang saat ini diberi izin berbeda dengan reklamasi Teluk Jakarta yang perizinannya sudah dicabut.

Anies menjelaskan perbedaan tersebut. Kata dia, pada rencana perluasan lahan rekreasi seluas 155 hektare di Ancol, PT Pembangunan Jaya Ancol sebagai pemilik lahan diwajibkan membuat analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

Selain AMDAL, analisis yang mesti dilakukan Ancol di antaranya berupa kajian penanggulangan banjir, dampak pemanasan global, pengambilan materi perluasan lahan, dan kajian lainnya.

"Pelaksananya pun adalah BUMD milik Pemprov DKI Jakarta yang harus menaati semua ketentuan hukum, termasuk ketentuan AMDAL," kata Anies dalam keterangannya, Sabtu, 11 Juli. 

Sementara, pada reklamasi Teluk Jakarta, Anies menyebut proyek itu menerabas ketentuan lingkungan hidup (AMDAL). Ada unsur hilangnya hajat hidup para nelayan karena sebagian pulau reklamasi berhadapan dengan perkampungan nelayan, misalnya di Kamal Muara dan di Muara Angke.

"Lalu, (reklamasi) ini juga berhadapan dengan kawasan Cengkareng Drain dan muara Sungai Angke. Efeknya mengganggu aliran sungai ke laut lepas. Jadi, bukan membantu mengendalikan banjir, tapi malah berpotensi menghasilkan banjir," ungkap dia. 

Kemudian, Anies mengklaim alasan dirinya memberi perizinan perluasan kawasan rekreasi Ancol untuk menanggulangi dampak banjir. Sebab, tanah yang akan digunakan tersebut merupakan hasil pengerukan sungai dari program Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) dan Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP) sejak 2009.

"Lumpur ini kemudian dimanfaatkan untuk pengembangan kawasan Ancol. Jadi, ini adalah sebuah kegiatan untuk melindungi warga Jakarta dari bencana banjir," tutur Anies.

Sementara, kata Anies, reklamasi Teluk Jakarta, tidak melindungi warga Jakarta dari bencana apapun. Di sana ada pihak swasta berencana membuat kawasan komersial, membutuhkan lahan, lalu membuat daratan, membuat reklamasi.

Lagipula, kata Anies, payung hukum yakni Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2012 Tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang memberi izin pulau reklamasi Teluk Jakarta yang awalnya dimiliki pengembang swasta sudah dicabut.

"Ketentuan hukumnya yang 17 pulau itu tidak sejalan dengan kepentingan umum, kemudian ada permasalahan dengan hukum, mengganggu rasa keadilan. Karena itu, saya tegaskan bahwa pelaksanaan pengembangan kawasan Ancol ini memang bukan bagian dari proyek reklamasi yang bermasalah itu," kata Anies.

Anies mengklaim pihaknya memiliki alas hukum yang memenuhi syarat legal administratif terhadap perizinan Ancol. "Keputusan Gubernur nomor 237 tahun 2020 dikeluarkan, sehingga tanah (hasil pengerukan) itu bisa dimanfaatkan," ucap Anies.

Cacat Hukum

Sayangnya, perizinan reklamasi Ancol dengan aturan berupa keputusan gubernur dinilai cacat hukum. Anggota Komisi B DPRD DKI Gilbert Simanjuntak menyebut Anies harus memiliki pegangan hukum berupa peraturan daerah (perda) mengenai rencana detail tata ruang (RDTR) dan zonasi yang harus melewati pembahasan antara Pemprov DKI sebagai eksekutif dan DPRD sebagai legislatif.

"Perizinan ini belum ada dan perdanya sendiri sebagai dasar untuk mengeluarkan keputusan gubernur. Padahal, Perluasan harus didasarkan pada Perda RDTR dan zonasi. Faktanya, tidak ada satupun perda yang dipakai," kata Gilbert.

Sebagai informasi, perizinan perluasan kawasan Ancol ditetapkan dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 237 Tahun 2020 pada 24 Februari 2020. Rinciannya, izin perluasan kawasan rekreasi seluas 35 hektare untuk rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) dan 120 hektare untuk perluasan lahan di kawasan Ancol Timur.

Pemprov DKI mengeluarkan izin reklamasi Ancol karena DKI memiliki tanah hasil pengerukan sungai dari program Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) dan Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP). Program ini merupakan proyek darurat penanggulangan banjir Jakarta.

Nantinya, lahan reklamasi akan digunakan untuk membangun fasilitas rekreasi, di antaranya Bird Park, Masjid Apung, Symphony of the Sea, New Resto, dan pedestrian bundaran timur. Fasilitas ini akan mulai dibangun pada 2021.

Selain itu, akan dibangun juga Dufan Hotel, Symphony of The Sea tahap 3 (Bundaran Timur ke lumba-lumba) dan tahap 4 (lumba-lumba ke dunia fantasi) yang ditargetkan akan dibangun pada 2022. Kemudian, ada Ancol Residence mulai dibangun pada 2021 hingga 2024, dan Ocean Fantasy dibangun 2021 hingga 2023.