Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi B DPRD DKI Gilbert Simanjuntak mengaku kecolongan atas terbitnya perizinan reklamasi di Ancol dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kepada PT Pembangunan Jaya Ancol. Perizinan tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Nomor 273 Tahun 2020.

Gilbert menyebut, PT Pembangunan Jaya Ancol, sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI, tidak pernah menyampaikan laporan terkait rencana kegiatan perluasan rekreasi Ancol dalam rapat bersama Komisi bidang perekonomian tersebut.

"Kita juga bingung, tiba-tiba itu sudah ada kepgubnya. (Kepgub) itu kan proses lama, diterbitkan dari Februari. Selama rapat dengan Jaya Ancol, mereka juga enggak menyampaikan ke kita," kata Gilbert kepada VOI, Selasa, 30 Juni.

Namun, Gilbert menganggap perizinan reklamasi Ancol dalam Kepgub 273/2020 belum kuat untuk menjadi landasan hukum jika nanti Ancol mulai melakukan pembangunan. Sebab, kata Gilbert, kegiatan reklamasi harus diatur dalam peraturan daerah (perda) yang penyusunannya melibatkan DPRD.

"Ini kan mau manambah daratan baru, tentu saja DPRD harus membahas analisis mengenai dampak lingkungan dan segala macamnya," ungap dia.

Yang mengatur perencanaan serta tata ruang dalam proyek reklamasi adalah perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Perda ini dalam perencanaan untuk direvisi.

"Berarti, kalau ada di RTRW, harus pakai perda. Mereka harus menunggu dulu, perda ini masuk dalam perda prioritas yang akan segera dibahas atau enggak," ungkap Gilbert.

Lebih lanjut, Gilbert menyebut hari ini, Komisi B DPRD DKI akan melakukan kunjungan kerja ke Ancol untuk melihat lokasi perencanaan reklamasi. Kemudian, DPRD akan memanggil PT Pembangunan Jaya Ancol untuk memberikan klarifikasi terkait izin perluasan rekreasi tersebut.

Sebagai informasi, Perizinan perluasan kawasan Ancol ditetapkan dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 237 Tahun 2020. Rinciannya, izin perluasan kawasan rekreasi seluas 35 hektare untuk rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) dan 120 hektare untuk perluasan lahan yang tersebar di kawasan Ancol. Perizinan ini diberikan sejak 24 Februari 2020.

Perizinan reklamasi Ancol dikecam oleh Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA). Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati menilai, perluasan kawasan rekreasi di Ancol akan mendorong kerusakan kawasan perairan dan serta tempat pengambilan material pasir. 

"Perluasan Pantai Ancol akan semakin memperparah kerusakan dua kawasan sekaligus, kawasan perairan di Teluk Jakarta dan lokasi tempat pengambilan material pasir untuk pengerukan. Ekosistem perairan dan darat akan mengalami kehancuran," kata Susan dalam keterangannya, Jumat, 26 Juni. 

Kata Susan, pemberian izin perluasan reklamasi untuk kawasan rekreasi di Pantai Ancol menjadi ironi atas pernyataan Anies selama ini yang berjanji akan menghentikan seluruh proses reklamasi di Teluk Jakarta. Tetapi, faktanya malah memberikan izin kepada Ancol untuk memperluas lahan.

Pemberian izin reklamasi untuk perluasan kawasan rekreasi di Pantai Ancol, lanjut Susan, hanya akan memperkuat praktik komersialisasi dari pengembang dan pengelola kawasan.

"Kawasan pantai, pesisir, dan perairan adalah milik seluruh warga negara Indonesia. Siapapun berhak untuk mengakses. Pemberian izin ini akan memaksa orang yang mau masuk dan mengakses kawasan ini harus membayar. Inilah praktik komersialisasi yang harus dilawan," ucap dia.