Bagikan:

JAKARTA - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), mengecam langkah Gubernur DKI Jakarta yang memberikan izin reklamasi seluas 150 hektare kepada PT Pembangunan Jaya Ancol. Izin reklamsi seluas itu akan dipakai untuk kawasan rekreasi. 

Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati menilai, perluasan kawasan rekreasi di Ancol akan mendorong kerusakan kawasan perairan dan serta tempat pengambilan material pasir. 

"Perluasan Pantai Ancol akan semakin memperparah kerusakan dua kawasan sekaligus, kawasan perairan di Teluk Jakarta dan lokasi tempat pengambilan material pasir untuk pengerukan. Ekosistem perairan dan darat akan mengalami kehancuran," kata Susan dalam keterangannya, Jumat, 26 Juni. 

Kata Susan, pemberian izin perluasan reklamasi untuk kawasan rekreasi di Pantai Ancol menjadi ironi atas pernyataan Anies selama ini yang berjanji akan menghentikan seluruh proses reklamasi di Teluk Jakarta. Tetapi, faktanya malah memberikan izin kepada Ancol untuk memperluas lahan.

Pemberian izin reklamasi untuk perluasan kawasan rekreasi di Pantai Ancol, lanjut Susan, hanya akan memperkuat praktik komersialisasi dari pengembang dan pengelola kawasan.

"Kawasan pantai, pesisir, dan perairan adalah milik seluruh warga negara Indonesia. Siapapun berhak untuk mengakses. Pemberian izin ini akan memaksa orang yang mau masuk dan mengakses kawasan ini harus membayar. Inilah praktik komersialisasi yang harus dilawan," ucap dia.

Perizinan dari Februari

Perizinan perluasan kawasan Ancol ditetapkan dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 237 Tahun 2020. Rinciannya, izin perluasan kawasan rekreasi seluas 35 hektare untuk rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) dan 120 hektare untuk perluasan lahan yang tersebar di kawasan Ancol. Perizinan ini diberikan sejak 24 Februari 2020.

Perluasan kawasan oleh PT Pembangunan Jaya Ancol harus terlebih dahulu melengkapi sejumlah kajian teknis, yakni kajian penanggulangan banjir yang terintegrasi, dampak pemanasan global, perencanaan pengambilan material perluasan kawasan, perencanaan infrastruktur/prasarana dasar, analisa mengenai dampak lingkungan, dan kajian lainnya.

Terhadap pemberian izin, PT Pembangunan Jaya Ancol diwajibkan menyediakan prasarana, sarana, dan utilitas dasar yang dibutuhkan dalam pengembangan kawasan. Misalnya, jaringan jalan, angkutan umum, utilitas, infrastruktur pengendali banjir, ruang terbuka biru, ruang terbuka hijau, sarana pengeloaan limbah, dan sedimentasi sungai sekitar perluasan kawasan.

Dianggap cacat hukum

Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati memandang ada cacat hukum pada Keputusan Gubernur Nomor 273 Tahun 2020 karena hanya mendasarkan kepada tiga Undang-Undang yang terlihat dipilih-pilih.

UU tersebut adalah Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. 

Sementara, ada peraturan yang masih berkaitan yakni Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

"Ketiga Undang-Undang tersebut terlihat dipilih oleh Anies karena sesuai dengan kepentingannya sebagai Gubernur DKI. Padahal, di dalam pengaturan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil ada Undang-Undang spesifik yang mengatur hal ini. Kenapa UU tersebut tidak dijadikan dasar oleh Anies?" ucapnya.