Ada Diskriminasi Tempat Hiburan Selama PSBB Transisi di Jakarta, Anies Harus Turun Tangan
Ilustrasi (Foto: Rondell Melling from Pixabay )

Bagikan:

JAKARTA - Penegakan tempat usaha yang melanggar PSBB transisi di DKI Jakarta masih dilakukan. Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI menutup sementara sejumlah restoran, spa, dan tempat karaoke karena melanggar.

Namun, beberapa restoran di Jakarta masih ada yang melanggar aturan PSBB transisi. Ada sejumlah restoran di bilangan Jakarta Selatan yang tidak menutup barnya ketika beroperasi. 

Alhasil, bar tersebut menjadi tempat berkumpul para anak muda yang tidak mengindahkan protokol pencegahan COVID-19. Lalu, ada kesan pembiaran dari pembukaan bar tersebut. Padahal, saat ini bar masuk dalam kategori hiburan malam yang saat ini belum diperkenankan untuk dibuka. 

Menanggapi hal ini pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menganggap pengawasan jajaran Pemprov DKI khususnya Disparekraf DKI masih lemah dalam menindak tempat tersebut. Padahal, Peraturan Gubernur Nomor 41 Tahun 2020 sudah mengatur sanksi bagi tempat usaha yang melanggar aturan PSBB.

"Jadi, itu kan perlakuan diskriminatif namanya. Kalau diskriminatif, dikhawatirkan ada invisible hand, atau orang-orang yang punya kekuatan untuk mem-back up tapi kita tidak tahu siapa, sehingga mereka tetap beroperasi," kata Trubus saat dihubungi, Kamis, 25 Juni.

Padahal, menurut Trubus, pembukaan bar ini berpotensi memunculkan klaster baru penularan COVID-19, seperti pasar. Sebab, pengunjung di sana tidak menerapkan jaga jarak fisik (physical distancing) dan berkerumun.

"Yang jadi persoalan kan jangan sampai karyawan atau pengunjung di situ jadi korban. Yang diutamakan kan masalah kesehatan. Jadi, tempat hiburan yang belum layak untuk dibuka ya jangan dibuka. Jangan diberi toleransi berlebihan," ucap Trubus.

Ketika masih terjadi pembiaran, Trubus menyebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mesti mengevaluasi jajaran Disparekraf sebagai operator yang mengawasi kepatuhan tempat usaha selama masa PSBB transisi.

"Gubernur mesti lakukan penindakan kepada anak buahnya jika ada yang bermain. Kepala dinasnya juga mesti mengevaluasi jajaran internalnya. Lalu, DPRD sebagai lembaga pengawas juga bisa manggil dinas. Diberikan teguran sampai evalausi kalau memang kinerjanya tidak baik," tutur Trubus.

"Sebab, pelanggaran seperti ini enggak bisa cuma menyalahkan pemilik tempat hiburan, mestinya pemerintah daerah juga sebagai pengambil kebijakan," lanjut dia.