JAKARTA - Gaung gerakan solidaritas "Black Lives Matter" (BLM) terus bergema. Otoritas Pulau Goree, Senegal, yang selama berabad-abad berfungsi sebagai tempat transit perdagangan budak trans-Atlantik kini mengubah nama alun-alun kota yang dikenal dengan Europe Square karena mengandung nama rasisme.
Sekarang, nama Europe Square secara paripurna diganti menjadi Freedom and Human Dignity Square. Hal itu terilhami oleh gerakan BLM yang membuat pemerintah di seluruh dunia mulai mempertimbangkan mengubah nama jalan dan menurunkan patung-patung dengan dosa masa lalu melanggengkan rasisme.
"Nama Europe Square, dengan cara tertentu, merupakan simbol persahabatan antara orang-orang," kata Doudou Dia, Presiden Komisi Pariwisata Pulau Goree, seperti dikutip Reuters.
"Tapi kami juga berkata pada diri kami sendiri, bahwa dalam arti lain itu merayakan penganiayaan. Apa yang terjadi pada George Floyd adalah yang terakhir," tambahnya.
Alun-alun yang berada di Pulau Goree bertempat di dalam bayang-bayang benteng tua Prancis telah resmi diberi nama Europe Square pada 1998. Penamaan tersebut diyakini sebagai bentuk pengakuan atas andil negara-negara Eropa dalam melestarikan Situs Warisan Dunia yang telah ditetapkan UNESCO pada tahun 1978.
BACA JUGA:
Saat ini, alun-alun tersebut telah menjelma menjadi objek wisata yang populer dengan barisan rumah-rumah bersejarah. Yang mana orang-orang mengenalnya dengan istilah House of Slave. Bahkan, totok dunia, seperti beberapa Presiden Amerika Serikat (AS), Nelson Mandela, dan Paus Yohanes Paulus II pernah mengunjungi tempat dimana budak-budak transit sebelum dikirim ke AS.
Tak heran pergantian nama itu disambut baik oleh warga setempat. Seorang Koki dari Gore, Alssane Niang menggungkap langkah tersebut sudah lama ditunggu. “Bagi saya, itu bisa saja menjadi African Square. Itu akan lebih baik karena mayoritas yang tinggal di sini adalah hitam. Orang Senegal-Afrika berhak mendapatkan alun-alun."