Periksa Wakil Bupati, KPK Dalami Dugaan Intervensi Khusus Bupati Bintan di Usulan Kuota Rokok-Miras
Ilustrasi-Gedung KPK (Foto: DOK VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan korupsi pengaturan barang kena cuka di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Kabupaten Bintan 2016-2018. Termasuk, mendalami intervensi khusus yang dilakukan Bupati Bintan nonaktif, Apri Sujadi.

Hal ini dilakukan dengan memeriksa total 11 saksi, termasuk Wakil Bupati Bintan Dalmasari pada Senin, 6 September dan Selasa, 7 September di Polres Tanjung Pinang, Kota Tanjung Pinang.

"Seluruh saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya intervensi khusus dari AS atas pengusulan kuota rokok dan minuman beralkohol di kawasan BP Bintan," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Rabu, 8 September.

Adapun saksi yang diperiksa adalah staf Sekretariat Bidang Perindag dan Penanaman Modal Badan Pengusahaan Bintan Wilayah Kabupaten Bintan, Yulis Helen Romaidauli; wiraswasta dari PT Anugerah Sukses, Ganda Tua Sihombing; dan wiraswasta PT Nano Logistic, Mulyadi Tan.

Berikutnya, KPK memeriksa mantan anggota DPRD Kabupaten Bintan Muhammad Yatir; Wakil Bupati Bintan Dalmasari; swasta bernama Budianto; Direktur PT Berlian Inti Sukses, PT Batam Shellindo Pratama, dan PT Karya Putri Makmur bernama Aman; Kasi Pengendalian Barang Pokok dan Barang Penting Diskumperindag Kabupaten Bintan Setia Kurniawan; dan dua direktur CV Three Star Bintan Bobby Susanto dan Agus.

Terakhir, KPK juga memeriksa Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Bintan Edi Pribadi dan seorang pihak swasta bernama Mulyadi Tan.

Dalam kasus ini, Apri ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama Plt Kepala Badan Pengusahaan KPBPB Bintan Moh Saleh H Umar. Keduanya ditahan di Rutan KPK yang berbeda selama 20 hari ke depan hingga 31 Agustus mendatang.

Apri ditahan di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih sementara anak buahnya, Moh Saleh ditahan di Rutan KPK Kavling C1 Gedung ACLC. Dalam kasus ini, Apri diduga menerima uang sebesar Rp6,3 miliar pada 2017-2018 lalu sementara Moh Saleh Umar menerima uang sebesar Rp800 juta. Akibatnya, perbuatan para tersangka diduga telah merugikan keuangan negara hingga Rp250 miliar.