Bagikan:

JAKARTA - Produsen vaksin COVID-19 asal China Sinopharm tengah mengembangkan vaksin COVID-19 messenger RNA (mRNA) buatan sendiri, menjadi grup farmasi Negeri China yang mengembangkan teknologi vaksin mRNA.

Langkah kelompok farmasi milik negara itu muncul ketika kekhawatiran tumbuh atas kemanjuran vaksin virus konvensional yang tidak aktif, yang telah mendominasi peluncuran di China.

Studi tertentu telah menunjukkan, vaksin virus konvensional menghasilkan antibodi yang lebih sedikit dibandingkan dengan vaksin COVID-19 berbasis mRNA, menguntip Financial Times 7 September.

Vaksin yang tidak aktif, seperti vaksin COVID-19 Sinopharm yang ada, menggunakan partikel virus mati untuk menghasilkan respons kekebalan. Sementara, vaksin mRNA mengandung instruksi genetik yang memberi tahu sel, untuk membuat protein virus yang menjadi primadona sistem kekebalan.

Sinopharm bukan satu-satunya perusahaan China yang mengembangkan vaksin mRNA sendiri. Sebelumnya, produsen kecil Walvax Biotechnology sudah melakukan uji coba. Tetapi, masuknya pemain yang lebih besar seperti Sinopharm ke pasar mRNA dapat memberikan teknologi dorongan yang signifikan di China.

"Mereka mencoba mengembangkan ini, vaksin generasi berikutnya, karena dengan vaksin generasi pertama, suntikan booster harus dilakukan dan mungkin harus dilakukan secara teratur," terang Jin Dong-yan, ahli virologi di University of Hong Kong.

"Vaksin mRNA jauh lebih manjur daripada vaksin yang tidak aktif," sambungnya.

Sebelumnya, BioNTech, pembuat obat Jerman yang berkolaborasi dengan mitra distribusi Pfizer dan Fosun Pharma China yang menawarkan vaksin mRNA, juga menargetkan pasar China dan sedang menunggu persetujuan resmi dari Beijing.

Terpisah, Zhu Jingjin, sekretaris Partai Komunis China dari China National Biotec Group, sebuah unit dari Sinopharm, mengatakan sedang mengembangkan vaksin mRNA serta vaksin protein rekombinan spektrum luas yang sedang dalam uji klinis. Vaksin protein rekombinan menargetkan protein lonjakan yang digunakan virus untuk masuk dan menginfeksi sel manusia.

"Kami telah mengembangkan vaksin untuk varian Delta dan Beta," terang Zhu kepada media pemerintah China di China International Fair for Trade in Services di Beijing, menambahkan uji klinis fase 1 dan fase 2 telah selesai untuk suntikan protein rekombinan.

Uji coba fase 3 vaksin Sinopharm menunjukkan tingkat kemanjuran 79 persen terhadap infeksi COVID-19 yang bergejala, jika suntikan diberikan dalam jarak tiga minggu. Sementara, vaksin Pfizer/BioNTech memiliki tingkat kemanjuran 95 persen.

Untuk diketahui, China telah memberikan lebih dari 2 miliar dosis vaksin COVID-19, kebanyakan adalah vaksin tidak aktif yang dikembangkan oleh Sinopharm dan produsen vaksin swasta Sinovac.