Bagikan:

JAKARTA - Direktur Pengembangan Promosi Kementerian Investasi/Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Ricky Kusmayadi menegaskan bahwa Kebijakan Satu China tidak menghambat hubungan ekonomi Indonesia dengan Taiwan.

“Saya rasa ini bukanlah sebagai sebuah isu yang mengganjal karena kita berbicara tentang kerjasama ekonomi, jadi konteksnya adalah murni ekonomi,” ujarnya dalam webinar yang diselenggarakan oleh The Habibie Center pada Selasa, 7 September.

Menurut Ricky, adalah sangat tidak etis jika menggabungkan dua isu berbeda dan membuat upaya produktif menjadi terhambat.

“Kita tidak bisa mencampuradukan langkah ekonomi dan investasi dengan isu Kebijakan Satu China karena itu sangat kental dengan nuansa politik,” tuturnya.

Ricky menambahkan jika Taiwan adalah mitra dagang yang cukup penting bagi Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin meningkatnya skala perdagangan diantara kedua negara, terutama untuk sektor elektronik dan produk komputer.

“Bahkan tidak hanya Indonesia yang bisa mengambil manfaat dengan kerjasama ini, sejumlah negara ASEAN yang memiliki hubungan ekonomi dengan Taiwan juga dapat terbantu. Ini artinya Taiwan mempunyai pengaruh yang cukup penting bagi ASEAN dan membawa kawasan ini ke level yang selanjutnya,” jelas dia.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pusat Studi ASEAN-Taiwan dari Chung-Hua Institution for Economic Research Kristy Tsun-Tzu Hsu mengutarakan pendapat senada.

“Mencampuradukan masalah adalah hal yang sangat tidak saya setujui, karena urusan ekonomi adalah ekonomi dan politik tetaplah politik. Sebab, apabila kita terjebak dalam kondisi tersebut maka akan semakin banyak persoalan yang akan dihadapi,” katanya.

Sebagai upaya mengatasi hambatan di lapangan, pemerintah Taiwan disebut Kristy melakukan banyak kerjasama dengan negara-negara ASEAN.

“Langkah ini diwujudkan dengan memfasilitasi peningkatan kualitas SDM, peningkatan penggunaan teknologi di ASEAN. Jadi saya yakin jika tidak ada masalah yang menghambat untuk bisa bekerja sama dengan siapapun, termasuk dengan Indonesia,” tegas dia.

Terlebih, sambung Kristy, situasi dan kondisi dunia cukup berubah dalam tiga tahun belakangan yang didorong oleh penyebaran pandemi COVID-19.

“Saya mengajak semua pihak untuk mendefinisikan kembali makna Kebijakan Satu China, karena kondisi dunia sudah tidak lagi sama dibandingkan dengan sebelumnya. Ini membuat kami percaya bahwa akan lebih banyak pihak yang bisa bekerja sama dengan Taiwan, khususnya dalam hal bidang ekonomi, utamanya investasi, kegiatan manufaktur, dan juga perdagangan,” terang dia.

Sebagai informasi, pada periode semester I 2021 nilai investasi Taiwan di Indonesia adalah sebesar 200 juta dolar AS. Angka tersebut menempatkan Taiwan di peringkat ke-15 sebagai negara dengan nilai investasi terbesar di Indonesia.

Sebanyak 65 persen dari aliran modal Taiwan yang masuk ke Indonesia memilih tempat investasi di luar Jawa. Sementara sisanya yakni 35 persen masih terpusat di Pulau Jawa.

Sementara untuk investasi Taiwan di Asia Tenggara paling banyak di lakukan di Vietnam. Disusul kemudian, Singapura, Thailand, serta Indonesia.