Kabar Buruk di Mana <i>Tapering Off</i> The Fed Semakin Dekat: Selain Indonesia, 9 Negara Ini Diyakini Kena Imbasnya!
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Rencana bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed) untuk melakukan pengetatan likuiditas di pasaran keuangan (tapering off) dipercaya akan membawa dampak bagi sejumlah negara, khususnya yang berkategori emerging country.

Indonesia yang masuk salah satu dalam kelompok tersebut dipercaya bakal ikut merasakan imbas kebijakan The Fed. Demikian laporan yang dirilis oleh Nomura Securities seperti yang dikutip redaksi pada Senin, 6 September.

Bahkan, kantor pialang global itu memasukan sembilan negara lain yang diduga kuat bakal merasakan imbas tapering off The Fed. Kesembilan tersebut adalah Peru, Hungaria, Romania, Turki, Brasil, Kolombia, Chile, Filipina, dan Afrika Selatan.

“Pasar negara berkembang tidak lebih kuat dari taper tantrum pada 2013,” kata Nomura Securities.

Secara mendetail, disebutkan jika kerapuhan bersumber dari pertumbuhan ekonomi yang rentan terguncang, peningkatan inflasi, dan kemampuan keuangan negara (fiskal) yang berkurang.

Meski demikian, Nomura mendapati bahwa secara umum negara terimbas taper tantrum sebelumnya telah melakukan upaya penguatan. Hal ini bisa dilihat dari kemampuan menghimpun cadangan devisa dan mempersempit gap defisit transaksi berjalan.

Tetapi, bencana COVID-19 mengusik kemapanan tersebut. Tidak hanya negara berkembang, negara dengan tingkat ekonomi maju pun ikut merasakan kemerosotan.

Secara sederhana, Nomura menjelaskan tapering The Fed akan mengakibatkan capital flight dana asing dari emerging market. Jika itu terjadi dalam jumlah besar, maka situasi sulit akan dihadapi oleh Indonesia dan sembilan negara lain yang telah disebutkan sebelumnya.

“Semakin banyak modal asing yang masuk selama ini (ke negara berkembang), maka akan berbalik ke luar (saat tapering off),” tegas Nomura.

Untuk diketahui, negara maju selama ini melakukan pendekatan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing) dengan membanjiri pasar melalui guyuran likuiditas yang melimpah. Caranya, bank sentral membeli surat berharga negara sebagai stimulus perekonomian.

Selain itu, bank sentral juga menetapkan kebijakan suku bunga rendah, bahkan hingga 0 persen, untuk ‘memaksa’ dana yang terparkir di perbankan bisa disalurkan melalui kredit agar dapat memutar roda ekonomi.

Setelah situasi dianggap telah mencapai level yang diinginkan, maka bank sentral akan mulai mengurangi pembelian surat utang negara dan menaikan level suku bunga (tapering off).

Kenaikan suku bunga itu yang kemudian membuat para investor mengalihkan dananya dari negara berkembang ke negara maju.

Pernyataan Bank Indonesia

Dalam pemberitaan VOI sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut bahwa The Fed akan mulai melakukan perubahan kebijakan pada penghujung tahun ini. Menurut dia, langkah yang mesti dicermati adalah soal pengetatan likuiditas di pasar keuangan atau yang biasa disebut dengan Tapering.

“Ada risiko dari perubahan kebijakan moneter di Amerika, dimana mereka kemungkinan besar akan mulai tapering di akhir tahun ini,” ujarnya dalam saluran virtual, Senin, 30 Agustus.

Akan tetapi, bos BI itu optimistis dinamika yang terjadi nanti tidak akan menimbulkan shock yang besar mengingat pasar sudah pasti mencermati sinyal yang dikirim bank sentral AS jauh sebelum pengambilan keputusan.

“Pasar pemahamannya juga semakin baik, dan itu yang harus kita antisipasi dalam menjaga nilai tukar rupiah,” tegas Gubernur BI Perry Warjiyo.