Bagikan:

JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo berkeyakinan jika kondisi perekonomian RI cukup kuat dalam menghadapi pengurangan likuiditas (tapering) bank sentral AS, The Federal Reserve atau The Fed, di pasar keuangan.

Menurut Perry, setidaknya terdapat tiga hal yang menjadi dasar asumsinya tersebut. Pertama, kejelasan komunikasi dari The Fed yang terus menerus memberikan informasi mengenai tapering.

“Hal ini membuat pasar memiliki langkah antisipasi yang lebih baik,” ujarnya dalam konferensi pers Komite Sistem Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang disiarkan secara virtual, akhir Oktober lalu

Kedua, saat ini kondisi perekonomian Indonesia cenderung memiliki fundamental yang lebih baik dari sebelumnya

“Kondisi ekonomi yang lebih baik tercermin defisit transaksi berjalan yang jauh lebih rendah dengan 0,8 persen dari PDB (produk domestik bruto). Ini berbeda saat taper tantrum 2013, dimana saat itu defisit transaksi berjalan kita itu lebih dari 3 persen PDB,” tuturnya.

Adapun, alasan ketiga yang dikemukakan oleh bos BI adalah mengenai kemampuan koordinasi yang erat antara otoritas moneter dengan pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Ini diwujudkan melalui langkah-langkah stabilisasi, tidak hanya nilai tukar tapi juga perubahan dari yield SBN (Surat Berharga Negara) yang terus dilakukan secara baik. Ditambah lagi jumlah cadangan devisa kita yang jauh lebih besar yakni 146,9 miliar dolar AS,” katanya.

Untuk diketahui, salah satu bentuk kerja sama BI dan pemerintah yang saat ini sedang dijalankan adalah terkait pembelian SBN di pasar perdana sebagai bagian dari sinergi kebijakan untuk pendanaan APBN 2021.

Hingga 15 Oktober 2021, pembelian SBN di pasar perdana tercatat sebesar Rp142,74 triliun yang terdiri dari Rp67,28 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO).