Kemendagri: Penanganan COVID-19 Tak Maksimal jika Pilkada Ditunda Lama
Ilustrasi (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pelaksana tugas Dirjen Bina Administrasi dan Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal ZA menjelaskan, alasan pemerintah dan DPR RI tetap penyelenggaraan pilkada serentak di tahun ini.

Awalnya, Pilkada digelar pada 23 September 2020. Namun akibat muncul wabah COVID-19, pelaksanaan kontestasi politik di 270 daerah ditunda. Pemerintah memutuskan Pilkada serentak 2020 menjadi 9 Desember 2020, atau 3 bulan dari tanggal yang telah ditetapkan. Akibatnya, banyak yang mempertanyakan alasan pemerintah mendesak pelaksanaan pilkada.

"Banyak yang mengira kok pemerintah semangat. Padahal, pesan yang ingin disampaikan adalah kami membutuhkan hasilnya," kata Safrizal di Graha BNPB, Jakarta Timur, Senin, 6 Juli.

Safrizal bilang, banyak kepala daerah yang masa jabatannya habis pada pada Februari 2021. Kelowongan jabatan ini harus diisi oleh pelaksana tugas (Plt) atau penjabat (Pj) pemerintah. 

Masalahnya, saat ini pemerintah tengah fokus menangani pandemi COVID-19 dan dampak yang ditimbulkan. Penanganan ini membutuhkan program yang strategis di tiap daerah. Sementara, kuasa Plt atau Pj dalam membuat kebijakan tidak seleluasa kepala daerah yang dipilih secara politik.

"Pemimpin Plt dan Pj itu memiliki keterbatasan. Kami membutuhkan speed penuh kepala daerah dalam rangka menangani COVID-19. Kalau mereka enggak memiliki speed penuh, maka korbannya adalah masyarakat," jelas Safrizal.

Banyak kepala daerah ingin pilkada digelar 

Beberapa waktu sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengklaim, banyak kepala daerah setuju Pilkada 2020 tetap dilaksanakan pada 9 Desember.

"Kalau kepala daerah berdasarkan monitor kami, hampir seluruhnya setuju. Ya, ada 1 atau 2 (yang tidak setuju) lah, biasa. Tapi kalau dilihat persentasenya lebih dari 2/3 bersemangat untuk segera dilaksanakan," kata Mahfud.

Mahfud menyadari, pelaksanaan Pilkada 2020 di masa pandemi menjadi kontroversi di masyarakat. Namun, hal ini dianggapnya sebagai sesuatu yang biasa saja. Karenanya, Mahfud meminta semua pihak berpikir positif mengenai penyelenggaraan pilkada ini.

"Kalau semuanya berpikiran baik, menurut saya, pada akhirnya tidak akan menimbulkan konflik," tegasnya.