Potensi Pelanggaran Protokol COVID-19 Terbesar pada Pilkada adalah Kampanye
Tangkap layar diskusi dengan tema Pemilu di masa Pandemi, di Graha BNPB, Jakarta Timur yang disiarkan di YouTube

Bagikan:

JAKARTA - Pakar telematika Roy Suryo menyarankan agar kegiatan kampanye calon kepala daerah di Pilkada 2020 dilakukan secara daring (online) dan tidak menggelar pertemuan tatap muka.

Sebab, kata dia, kampanye yang biasa dilakukan dengan mengumpulkan relawan dan masyarakat sangat berpotensi melanggar anjuran penerapan protokol kesehatan di masa pandemi COVID-19.

"Kampanye, kalau dibuka, peluang terjadinya pelanggaran akan sangat besar. Menurut saya, tahapan kampanye harus dilaksanakan secara teknologi," kata Roy lewat diskusi virtual bersama BNPB, Senin, 6 Juli.

Berdasarkan pengalaman Roy menjadi anggota partai politik, kegiatan kampanye pasti menimbulkan kerumunan. Apalagi, tak bisa dipastikan semua relawan atau tim sukses calon kepala daerah terbebas dari infeksi virus corona.

"Pengalaman saya 15 tahun di politik, meski saya sekarang sudah nonpartisan, selalu ada timses datang ke tempat itu. Padahal, timsesnya belum bisa dipastikan bebas (COVID-19) atau enggak," ungkap dia.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengaku tak bisa melarang calon kepala daerah dan partai politik menggelar kampanye terbuka dengan mengumpulkan massa. 

Sebab, pembuatan aturan teknis mengenai tahapan Pilkada 2020 masih merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada. Dalam aturan tersebut, pergelaran kampanye terbuka diperbolehkan. 

"Sebenarnya, kami juga ingin menghilangkan pertemuan fisiknya agar semua diganti daring saja. Tapi enggak mungkin dilakukan dan akan ada yang keberatan pada kami karena UU-nya masih perbolehkan," ujar Arief.

Oleh sebab itu, KPU mengatur pelaksanaan teknis kampanye tatap muka dengan menerapkan protokol COVID-19. 

"Kampanye tetap kami perbolehkan tapi diatur. Misalnya, yang hadir tidak boleh melebihi 40 persen dari kapasitas ruangan. Kalau pakai meja dan kursi, harus diatur jarak 1 meter, menggunakan masker, face shield, dan sebagainya," ucap Arief.

Menambahkan, Plt. Dirjen Bina Administrasi dan Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal ZA menyebut pemerintah akan mengontrol penerapan protokol kesehatan secara zonasi.

Zonasi tersebut terbagi atas zona merah yang memiliki risiko penularan COVID-19 tinggi, zona oranye dengan risiko penularan sedang, zona kuning dengan risiko penularan rendah, dan zona hijau yang belum memiliki kasus atau tak memiliki kasus baru dalam 4 minggu.

"Misalnya, kalau kegiatan kampanye di zona hijau ada perkumpulan fisik dibarasi 200 orang. Kemudian, di zona merah lebih sedikit dari itu," ucap Safrizal.

Meski protokol secara teknis dibuat secara rinci di tiap zona penyebaran virus corona, Safrizal menyarankan agar calon kepala daerah dan partai politik menggelar kampanye secara daring. Terlebih, pola kampanye seperti ini dapat menghemat pengeluaran.

"Pemanfaatan teknologi menjadi kata kunci. Kalau mau, kampanye dengan 10 ribu orang yang dulu mengeluarkan biaya yang miliar. Sekarang, puluhan juta saja bisa mengumpulkan massa dengan cara streaming," pungkasnya.