Ancaman Hukum Bagi Paslon Pilkada yang Mengancam Kesehatan di Masa Pandemi
Presiden RI Joko Widodo (Foto: Setkab)

Bagikan:

JAKARTA - Kekhawatiran meningkatnya penularan COVID-19 akibat penyelenggaraan tahapan Pilkada 2020 baru tersadar dalam benak Presiden Joko Widodo, setelah mengetahui banyak bakal pasangan calon (bapaslon) melanggar protokol kesehatan ketika mendaftarkan diri.

Jokowi, ketika itu, langsung segera meminta pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk memperketat penerapan protokol kesehatan demi mencegah klaster COVID-19 dalam penyelenggaraan Pilkada 2020.

"Saya minta Pak Mendagri (Tito Karnavian), urusan yang berkaitan dengan klaster Pilkada ini betul-betul diberikan ketegasan. Jadi, ketegasan Mendagri nanti dengan Bawaslu berikan peringatan keras," kata Jokowi pada Senin, 7 September.

Pada hari yang sama, Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemiliu (Bawaslu) berkumpul untuk memformulasikan penerapan sanksi bagi paslon yang melanggar protokol kesehatan.

Sebab, ketika pemerintah, KPU, dan DPR sepakat untuk melanjutkan tahapan Pilkada 2020 sejak bulan Juni, penyusunan sanksi pelanggar protokol kesehatan yang ada saat ini masih lemah.

Bila melihat Pasal 11 Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020, saksi yang akan diberikan kepada peserta pilkada hanya sebatas teguran, baik kepada paslon, partai politik, maupun tim kampanye yang melanggar protokol kesehatan.

Akhirnya, ketiga lembaga ini mengeluarkan jurus masing-masing untuk mengancam agar peserta pilkada tak lagi melakukan pelanggaran protokol kesehatan kembali terjadi, khususnya saat masa kampanye nanti.

Staf Khusus Menteri Dalam Negeri, Kastorius Sinaga, menyebut Kemendagri akan menunda masa pelantikan bagi pemenang Pilkada 9 Desember 2020 mendatang bagi paslon yang terbukti melanggar protokol COVID-19.

"Penundaan pelantikan diusulkan berlangsung dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Sanksi ini dikenakan kepada paslon yang terbukti berkali-kali melakukan pelanggaran protokol kesehatan kampanye Pilkada," kata Kastorius, Selasa, 8 September.

Sementara, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melakukan saksi administratif berupa teguran tertulis kepada paslon yang melanggar protokol kesehatan. Hal ini sudah dilakukan Bawaslu ke 260 bapaslon pelanggar protokol saat melakukan pendaftaran tanggal 4 sampai 6 September lalu.

Kemudian, Bawaslu juga membuka potensi sanksi berupa ancaman pidana. Namun, Bawaslu terlebih dahulu akan melakukan kajian dari tiap pelanggaran yang dilakukan bapaslon Pilkada 2020 untuk menemukan unsur pelanggaran yang lebih berat.

Pengkajiannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular dan UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan yang memiliki dampak pidana.

"Bawaslu akan melakukan penelusuran serta klarifikasi. Apabila hasil klarifikasi ditemukan unsur pelanggaran, maka Bawaslu akan meneruskan dugaan tersebut kepada pihak kepolisian untuk ditindak," kata Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar.

Sementara, Komisioner KPU Hasyim Asyari menyebut pihaknya berencana membuat deklarasi yanga berisi komitmen bagi para peserta pilkada untuk terus menerapkan protokol kesehatan selama tahapan pilkada.\

"Kemungkinan, deklarasi akan dilakukan saat pengundian nomor urut paslon, karena di situ semua pasangan calon diundang. Nanti akan dibuat komitmen bersama dalam menjalankan atau melaksanakan pilkada secara demokratis dan juga sesuai protokol COVID-19," jelas Hasyim.