Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman meyakini tak akan ada klaster baru penularan COVID-19 usai Pilkada serentak di 270 daerah pada 9 Desember. Dengan catatan, penerapan protokol kesehatan selama pilkada dijalankan secara ketat.

"Kalau regulasi kami, saya rasa cukup atau mampu mencegah penyebaran COVID-19. Karena mengatur itu semua, jaga jarak, hand sanitizer, dan alat tulis harus dipakai sendiri, enggak boleh gantian," kata Arief dalam sebuah diskusi yang ditayangkan di YouTube, Rabu, 24 Juni.

Tapi, dia menilai semua pihak harus terlibat demi menyelenggarakan pilkada yang aman dari penyebaran COVID-19. Bukan hanya oleh pihak penyelenggara pilkada seperti KPU dan Bawaslu, tapi juga oleh peserta pilkada dan masyarakat yang akan mengikuti gelaran tersebut. Sebab, ada beberapa tahapan yang memungkinkan terjadinya interaksi antara penyelenggara, peserta, dan para pendukung calon kepala daaerah.

"Nah, kalau semua mematuhi (protokol kesehatan), tidak akan ada klaster baru yang disebabkan karena tahapan pemilu ini," tegas dia.

Dia mengimbau, seluruh peserta pemilu dan masyarakat yang ikut dalam Pilkada 2020, dapat menjalankan segala protokol kesehatan sesuai aturan dalam PKPU.

"Kami ingin pemilihan kepala daerah ini lancar, sukses, tapi kami juga butuh dukungan," ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengklaim, banyak kepala daerah setuju Pilkada 2020 tetap dilaksanakan pada 9 Desember meski pandemi COVID-19 masih terjadi.

"Kalau kepala daerah berdasarkan monitor kami, hampir seluruhnya setuju. Ya, ada 1, 2 (yang tidak setuju) lah, biasa. Tapi kalau dilihat persentasenya lebih dari 2/3 bersemangat untuk segera dilaksanakan," kata Mahfud dalam keterangannya, Kamis, 11 Juni.

Dia sadar, pelaksanaan Pilkada 2020 di masa pandemi menjadi kontroversi di masyarakat. Namun, hal ini dianggapnya sebagai sesuatu yang biasa saja.

Karenanya, Mahfud meminta semua pihak berpikir positif mengenai penyelenggaraan pilkada ini. "Kalau semuanya berpikiran baik, menurut saya, pada akhirnya tidak akan menimbulkan konflik," tegasnya.

Mahfud MD menjelaskan, pemilihan kepala daerah ini tidak mungkin ditunda dengan alasan pandemi. Sebab, tidak ada yang bisa memastikan berakhirnya COVID-19 ini.

"Kalau menunggu kapan corona selesai juga tidak ada yang tahu kapan selesainya," ungkap dia.

Gelaran Pilkada 2020 bakal digelar di 270 daerah pada tanggal 9 Desember. Jadwal ini berubah karena adanya COVID-19. Sebelumnya, Pilkada 2020 dijadwalkan berlangsung pada 23 September. 

Setelah ada keputusan jadwal pilkada diundur, KPU melanjutkan kembali tahapan penyelenggaraan Pilkada serentak sejak Senin, 15 Juni dengan membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di daerah yang akan menggelar pemilihan kepala daerah. 

Lalu, KPU Kabupaten/Kota kembali menyusun Daftar Pemilih oleh KPU Kabupaten/Kota dan menyampaikannya kepada PPS dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Kemudian, KPU menetapkan masa pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara (DPS) hingga penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) sejak 15 Juni hingga 6 Desember.

Selanjutnya, pada 4-6 September, KPU bakal resmi membuka tahapan pendaftaran bakal calon kepala daerah dan penetapannya bakal dilaksanakan pada 23 September.

Setelah itu, tahapan kampanye akan dimulai pada 26 September hingga 5 Desember atau 71 hari. KPU akan membagi masa kampanye calon kepala daerah ini dengan tiga fase. Pertama, kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, dialog, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga, dan/atau kegiatan lain.

Fase kedua, KPU akan melaksanakan debat publik antar paslon sebagai bagian dari kampanye. Fase ketiga KPU akan membuka kampanye calon kepala daerah melalui media massa, cetak, dan elektronik pada 22 November hingga 5 Desember. 

Sebelum pencoblosan pada 9 Desember, masa kampanye akan diakhiri dengan masa tenang yang akan dilakukan pada 6 hingga 8 Desember.