Bagikan:

JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut, munculnya desakan untuk menunda Pilkada 2020 karena pada saat pendaftaran calon kepala daerah banyak ditemukan kerumunan. 

Menurutnya, adanya kerumunan tersebut, dianggap sejumlah pihak menjadi potensi penyebaran COVID-19 di tengah masyarakat. Apalagi usai pendaftaran itu banyak pihak yang positif COVID-19.

"Pada tanggal 4 sampai 6 September terjadi kerumunan besar yang berpotensi menjadi media penularan yaitu pada saat pendaftaran pasangan calon dan ini membuat brand atau image kurang baik terhadap pelaksanaan pilkada. Sekaligus juga adanya suara ingin agar pilkada ditunda kembali," kata Tito dalam Rapat Koordinasi Pelaksanaan Pilkada 2020 yang diikuti oleh Menko Polhukam Mahfud MD serta sejumlah sekjen partai politik, Selasa, 22 September.

Atas kejadian itu, pihaknya kemudian melakukan evaluasi. Hasilnya, kerumunan terjadi karena belum tersosialisasinya protokol kesehatan pencegahan COVID-19 bagi peserta pemilu, tidak berjalannya koordinasi antara pihak penyelenggara dan aparat keamanan, dan adanya keinginan para calon menunjukkan kekuatan dukungan mereka.

"Sehingga terjadi pengerumunan dan akhirnya pendaftaran calon menggunakan cara lama sebelum ada COVID. Ramai-ramai datang, deklarasi, buka panggung dan lain-lain," tegasnya.

Dari hasil evaluasi ini, Tito menyebut penyelenggara pemilu sudah melaksanakan sejumlah aksi pencegahan dan membahasnya dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI pada Senin, 21 September kemarin. Selain sepakat pelaksanaan kontestasi politik lima tahunan ini tetap dilaksanakan, rapat ini juga menghasilkan kesepakatan jika peraturan mengenai pelaksanaan Pilkada 2020 ini akan direvisi.

"KPU melakukan revisi PKPU yang mengatur tahapan-tahapan yang berisi kepatuhan protokol terhadap COVID-19. Kemudian dibentuk kelompok kerja bersama KPU, Bawaslu, DKPP, Kemendagri, TNI, Satgas COVID, Kejaksaan dan kepolisian untuk menjaga dan menegakan regulasi yang berhubungan dengan kepatuhan protokol COVID-19," jelasnya.

Sebelumnya, dalam rapat tersebut, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan Presiden Joko Widodo sudah mendengar masukan dari sejumlah pihak, termasuk dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang menyerukan penundaan Pilkada 2020 karena adanya pandemi COVID-19. 

Mahfud mengatakan, Jokowi bahkan menggelar rapat khusus untuk membicarakan permintaaan dari sejumlah pihak terkait penundaan pemilihan kepala daerah tersebut.

"Presiden telah dengar dan pertimbangkan pendapat dan usul-usul. Semua didengar. Yang ingin ditunda dan yang ingin melanjutkan. Dari ormasi seperti NU Muhammadiyah pun pendapatnya berbeda, itu semua di dengar dan Presiden mengadakan rapat atau membicarakan secara khusus untuk membahas hal tersebut," kata Mahfud saat membuka Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada Serentak 2020 yang ditayangkan di YouTube, Selasa, 22 September.

Dalam rapat tersebut, sambung dia, Jokowi telah mendengar sejumlah pertimbangan dari kementerian dan lembaga terkait mengenai pelaksanaan Pilkada 2020 sebelum dia akhirnya memutuskan pelaksanaan kontestasi tersebut tak perlu ditunda.

"Presiden berpendapat bahwa pilkada tidak perlu ditunda dan tetap dilaksanakan, pendapat presiden ini sudah disalurkan ke Kemendagri agar disampaikan ke DPR ke KPU ke Bawaslu, DKPP dan sebagainya yang juga dilakukan kemarin 21 September," ungkapnya.

Diketahui, desakan agar pemerintah menunda pelaksanaan Pilkada 2020 juga muncul dari sejumlah pihak. Terbaru, dua organisasi keagamaan di Indonesia yaitu Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah meminta agar pelaksanaan pemilihan ini ditunda demi kesehatan masyarakat dan demi mencegah terjadinya penularan COVID-19 di tengah masyarakat.