JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, dalam mengatasi masalah stunting di Indonesia pihaknya bersandar pada Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting.
"Perpres ini menunjuk BKKBN menjadi ketua pelaksana penurunan stunting sehingga waktu pertemuan dengan Presiden, Menteri Kesehatan, waktu itu disampaikan stunting diserahkan saja ke BKKBP, kemenkes mendukung karena mereka tangani COVID-19," kata Hasto dalam jumpa pers virtual, Jakarta, Jumat, 3 September.
Dalam mengatasi masalah ini, pihaknya akan menyusun kerangka kerja nyata. Salah satunya mengenai pembuatan aplikasi seperti PeduliLindungi. Dengan aplikasi semacam ini diharapkan bisa mengatasi stunting secara dengan baik.
"Jadi kerja, kerja dan kerja. Cuma harus nyata. Sekarang kita tanya, apakah perempuan yang menikah misalnya 6.000 orang, nah dari 6.000 apakah layak hamil, belum tahu. Maka dari itu saya minta dibuatkan seperti PeduliLindungi," kata Hasto.
Menurut dia, apabila sistem ini sudah berjalan dengan baik, maka akan mempermudah dalam meyelesaikan masalah stunting. Sebab, pada saat bayi lahir diseluruh Indonesia, data tentang bayi itu sudah diketahui.
"Kalau sistem sudah berjalan dari 16 bayi yang lahir tahu datanya. Tahu panjang bayinya berapa," kata dia.
BACA JUGA:
Diketahui, Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting diresmikan 5 Agustus 2021. Perpres ini terdiri dari delapan bagian yang memberikan arahan secara normatif dan terintegrasi mulai dari ketentuan umum, pihak yang dilibatkan, pendanaan hingga pemantauan evaluasi.
Pembahasan dari ketentuan-ketentuan umum yang dicantumkan telah disesuaikan dengan pernyataan World Health Organization (WHO) terkait dengan permasalahan stunting. Seperti pemberian kegiatan intervensi yang bersifat spesifik ataupun sensitif.
Selain memberi ketentuan umum terkait stunting, peraturan itu juga memberikan pedoman pelaksanaan program dengan melibatkan seluruh pihak dari tingkat pusat hingga ke daerah secara konvergensi dan terintegrasi.
Program yang dijalankan akan memerlukan penguatan peran Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan tenaga bidan di tingkat desa untuk menjadi pendamping keluarga.
Dalam peraturan tersebut dijelaskan, dana kegiatan akan diatur dan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, tidak menutup kemungkinan mendapatkan dana dari sumber- sumber lain yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.