Bagikan:

JAKARTA - Usai disahkannya Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, Kepala BKKBN Dokter Hasto Wardoyo bergerak cepat menemui sejumlah menteri terkait. 

Setelah sebelumnya bertemu Menko PMK Muhadjir Effendy dan Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono terkait sanitasi dan air bersih. Dokter Hasto mengunjungi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).

“Kolaborasi percepatan penurunan prevalensi stunting dengan Kementerian PPPA sangat strategis dilakukan di tingkat Kabupaten Kota, karena kebanyakan fungsi KB dan PP PA berada dalam lingkup Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau Dinas yang sama sehingga apabila ada kegiatan terintegrasi bisa terlaksana dengan baik,” ujar dokter Hasto saat beraudiensi dengan Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, Jumat, 27 Agustus.

Hasto menyampaikan faktor yang berpengaruh pada kejadian stunting adalah kondisi ibu saat hamil dan melahirkan. Makin muda usia ibu saat hamil dan melahirkan, makin besar kemungkinannya untuk melahirkan anak yang stunting. 

Menurutnya, ibu dengan anemia dan keterpaparan terhadap asap rokok juga memiliki dampak pada gangguan kehamilan dan janin.

“Anemia di kalangan remaja putri masih sangat tinggi di angka 48 persen, kemudian anemia akan semakin berpengaruh apabila remaja tersebut menikah dan hamil. Remaja putri usia di bawah 16 tahun yang sudah menikah dan hamil memiliki risiko yang sangat tinggi untuk kesehatannya dan tentu berakibat juga pada bayi yang dikandung,” tegas dokter Hasto.

Sementara itu, Menteri PPPA Bintang Puspayoga menjelaskan, pencegahan perkawinan anak memang menjadi kunci penting pencegahan stunting karena hal ini menjadi hulunya. 

“Selain itu juga pola asuh, pola makan dan sanitasi harus juga menjadi perhatian bersama,” kata Bintang.

Menurut dia, ada korelasi antara perkawinan anak dengan anak stunting karena menurut data, dari provinsi dengan prevalensi stunting tinggi di provinsi tersebut angka perkawinan anaknya juga sangat tinggi. KemenPPPA menurutnya siap berkolaborasi dengan BKKBN, karena BKKBN juga memiliki tenaga lapangan seperti Penyuluh KB dan kader yang banyak sehingga juga bisa mendukung tugas dan fungsi KemenPPPA.

Kemudian Hasto menjelaskan mengenai audiensi dengan Kementerian Agama yang memiliki aplikasi SIM NIKAH, BKKBN meminta untuk calon pengantin yang akan menikah agar melapor terlebih dahulu minimal 3 bulan sebelum menikah.

“Sehingga wanita yang ingin menikah dapat diketahui status gizi, anemia atau tidak,” katanya.

Menurutnya dalam setahun rata-rata ada sekitar 2 juta pernikahan apabila bisa melakukan hal tersebut sangat membantu percepatan penurunan stunting. 

Dokter Hasto juga menyoroti tentang pembagian tablet tambah darah yang sudah dilakukan menurutnya belum terlalu berhasil. 

“Sangat tidak mudah mengajak remaja untuk mau minum tablet tambah darah,” ungkapnya.

Kepala BKKBN menyampaikan beberapa hal yang bisa dilakukan BKKBN dan KemenPPPA di antaranya  melakukan evaluasi terhadap regulasi dan kebijakan yang ada integrasi OPD KB-KPPA.

Kemudian sinergitas antara forum anak dengan Genre (Generasi Berencana), peningkatan akses layanan berkualitas bagi semua anak; Pemanfaatan data Pendataan Keluarga Tahun 2021 (PK21) termasuk pemberdayaan perempuan dalam DAHSAT (Dapur Sehat Atasi Stunting) dan Kolaborasi bimtek Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) penurunan stunting.