Bagikan:

JAKARTA - Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo, mengungkapkan angka stunting selama masa pandemi COVID-19 naik 32 persen. Kondisi ini terjadi karena banyaknya balita yang kurus selama pandemi ini kemudian menjadi stunting.

"Memang para ahli mengatakan stunting naik sampai 32,5 persen," ujar Hasto dalam diskusi daring, Jumat, 3 September, malam.

Dari faktor pernikahan, lanjutnya, banyak yang melakukan pernikahan dini yang kemudian pendampingannya harus ketat. Dengan begitu, pertumbuhan kehamilannya tetap bisa dikawal.

"Kalau anemia bisa dikoreksi anemianya, begitu," katanya.

Karena itu, BKKBN menyediakan aplikasi terkait perkembangan kondisi bayi. 

"Panjangnya berapa, kalau sistem sudah jalan. Kalau bayi lahir 16.000 maka ketahuan panjangnya berapa dari bayi yang lahir dari 16.000 itu di hari ini juga. Kita bekerja sama dengan BPJS kalau bidan gak masukkan ke aplikasi ya mestinya jadi syarat itu. Kalau menolong ya masukkan ke aplikasi," bebernya.

BKKBN juga memiliki aplikasi untuk mencatat dan mengawal nutrisi buah hati keluarga baru. Apliaksi sedang diuji coba dan diharapkan berjalan di Januari 2022.

Ada pun yang menjadi parameter kota tertentu sebagai fokus penekanan stunting yakni, pertama berdasarkan angka prosentase stunting berapa besar di daerah tersebut.

"Kedua, berdasarkan angka absolute, artinya angka absolutnya besar itu menjadi pertimbangan," kata Hasto.

Ketiga, seberapa parah faktor penentu stunting itu betul-betul sangat minim.

"Contoh ada daerah yang angka stuntingnya tidak terlalu tinggi, tetapi infrastruktur air misalkan sangat kurang itu juga jadi pertimbangan kemanusiaan. Itu hal-hal yang penting untuk menjadikan daerah mana yang menjadi prioritas," jelasnya.