MPR: Peniadaan Pemilu 2024 Bisa Timbulkan Masalah Ketatanegaraan
Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid,/DOK ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menyinggung soal amandemen UUD 1945 seiring rencana menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Menurutnya, di era reformasi amandemen susah berlangsung selama 5 kali.

"Enggak tahu nanti Pandemi ini akan merubah atau enggak, karena ada salah satu rekomendasi dari pimpinan MPR yang lalu," ujar Jazilul, Senin, 30 Agustus.

Perihal PPHN ini, lanjut Jazilul, MPR akan melihat sejauh mana hal itu dibutuhkan di era pandemi COVID-19 ini. Sehingga, rencana menghadirkan PPHN harus benar-benar dilakukan kajian yang sangat mendalam.

"Itu sedang ada dalam kajian di badan kajian, komisi kajian ketatanegaraan MPR, yaitu amandemen terbatas terkait dengan PPHN," sambungnya.

Pun termasuk soal isu mundurnya pemilihan umum 2024 menjadi 2027 akibat pandemi. Menurutnya, jika Pemilu 2024 ditiadakan maka akan berdampak pada persoalan ketatanegaraan di Indonesia sehingga butuh amandemen.

"Kalau nanti tahun 2024 ternyata aktivitas politik juga ditutup, ini pasti ada masalah di ketatanegaraan, tentu kita enggak mengharapkan itu, kita tidak menginginkan itu," kata politikus PKB itu.

Ia tak menampik jika mengundurkan penyelenggaraan Pemilu pada saat pandemi COVID-19 itu bisa dilakukan melalui amendemen UUD 1945. Namun, dia menegaskan MPR tetap taat kepada konstitusi yang ada di mana harus mendapatkan kehendak rakyat.

"Jika tidak nyambung antara kehendak rakyat dengan apa yang dilakukan oleh MPR, maka di situ menjadi masalah menurut saya," jelas Gus Jazil.

Sebelumnya, Direktur Indo Barometer yang juga penasihat relawan Jokpro 2024, M. Qodari juga menilai perubahan masa jabatan presiden 3 periode maupun perpanjangan masa pemerintahan harus melalui proses amandemen UUD.

"Soal bagaimana pemilu diundur menjadi 2026 atau 2027, ya ini sendiri pasti membutuhkan amandemen juga. Karena masa jabatan presiden di UUD kan sudah ditetapkan 5 tahun, jadi kalau mau ada tambahan ya hemat saya harus ada amandemen juga," ujarnya kepada VOI, Sabtu, 28 Agustus.

"Jadi kalau bicara mengenai pemerintahan Jokowi atau Jokowi maju lagi, hemat saya melalui amandemen juga kalau misal diperpanjang," imbuhnya.