Bisa Jadi Pintu Masuk Banyak Kepentingan, Badan Pengkajian MPR Tutup Amandemen UUD
Djarot Saiful Hidayat/DOK VOI-Wardhany Tsa Tsia

Bagikan:

JAKARTA - MPR membentuk Panitia Ad Hoc untuk melakukan konvensi ketatanegaraan terkait pembahasan materi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) pada periode 2019-2024. Panitia Ad Hoc yang terdiri dari 10 pimpinan MPR dan 45 dari fraksi-fraksi dan kelompok DPD.

Ketua Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat, mengatakan pihaknya tidak membuka ruang amandemen UUD 1945. Sebab khawatir amandemen menjadi pintu masuk banyak kepentingan.   

Djarot menuturkan, hal itu sekaligus menjadi penegasan bahwa peri pemerintahan saat ini tidak akan mengamandemen UUD. Menurutnya, apabila parlemen melakukan amandemen UUD 1945 dalam situasi politik yang sedang panas, maka ini akan menjadi petaka bagi negara.

"Melihat situasi politik sekarang, makanya kami tidak melakukan amandemen terbatas. Karena kalau amandemen terbatas saat ini, ini kayak membuka kotak pandora berbagai macam kepentingan masuk. Makanya kami tutup. Forbidden untuk amandemen saat ini,” ujar Djarot di gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin, 25 Juli.

Karena itu, Djarot melanjutkan, panitia Ad Hoc ini nantinya yang akan memutuskan apakah PPHN dibentuk menjadi undang-undang atau dikonvensi menjadi sistem ketatanegaraan.

"Maka dari itu, bagaimana kalau dikaji dengan sistem konvensi ketatanegaraan? Atau ke UU. Dan nanti biar panitia Ad Hoc yang memutuskan,” katanya.

"Kecenderungannya nanti dibahas secara mendalam di panitia Ad Hoc Jadi badan pengkajian tidak mempunyai kewenangan untuk menentukan a, b, c. No. Kami cuma memberikan hasil kajian. Kami bukan memutuskan,” tambah politikus PDIP itu.

Djarot mengatakan, nantiny pengkajian memberikan bahan terobosan kepada tim panitia Ad Hoc untuk diputuskan akan dijadikan undang-undang atau konvensi ketatanegaraan.

"Nanti yang memutuskan adalah panitia Ad Hoc di dalam rapat paripurna MPR,” katanya  

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan konvensi ketatanegaraan merupakan terobosan dari Badan Pengkajian MPR dalam menghadirkan PPHN seiring amandemen UUD 1945. 

Dia juga mengatakan usulan Badan Pengkajian MPR terkait konvensi ketatanegaraan itu berlandaskan pada argumentasi atau dasar hukum Pasal 100 ayat 2 Peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib MPR RI.

"Yang menarik adalah, Badan Pengkajian menemukan suatu terobosan baru untuk menghindari adanya amendemen, karena situasi politik hari ini tidak memungkinkan kita melakukan perubahan atau amendemen atas UUD. Maka terobosan itu adalah dengan berpijak pada argumentasi atau dasar hukum Pasal 100 di tatib ayat 2 khususnya bahwa ketetapan MPR dapat dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan yang bisa mengikat ke dalam maupun ke luar," jelas mantan Ketua DPR itu. 

"Inilah yang tadi laporan dari pada Badan Pengkajian diterima secara bulat oleh rapat gabungan, yang selanjutnya adalah pembentukan panitia Ad Hoc," lanjut Bamsoet.