PKS Minta Tindakan Nyata PDIP yang Ingin Ubah RUU HIP Jadi RUU PIP
Sekretaris Fraksi PKS Ledia Hanifa Amalia. (Foto: Twitter @PKSejahtera)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Fraksi PDIP DPR RI Ahmad Basarah menyebut pihaknya mengusulkan nomenklatur Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) diubah nama menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU PIP).

Menanggapi hal itu, Sekretaris Fraksi PKS Ledia Hanifa Amalia meminta PDIP melakukan tindakan nyata sebagai bukti meredam polemik RUU HIP. Sebab, pengusulan perubahan nama ini ditengarai banyak mengalami penolakan dari sejumlah ormas dan fraksi lain. Akibatnya, pelaksanaan pembahasan RUU HIP saat ini ditunda.

"Jika ingin menghapus atau mengubah atau mengganti, mesti dilakukan pada proses pembahasan RUU, jika sudah ada surat presiden yang menugaskan kementerian atau lembaga untuk bisa membahas RUU dimaksud," kata Ledia saat dihubungi, Minggu, 28 Juni.

"Beliau (Basarah) kan posisinya di DPR. Nanti, pada saat ada surpres (surat presiden) dan mulai dibahas, baru dibuktikan dengan memberikan catatan resmi untuk perubahan," lanjut dia.

Adapun soal beberapa materi perubahan yang diusulkan PDIP, Ledia tak mau banyak berkomentar. Sebagaimana diketahui, PDIP menyebut perubahan nama RUU PIP nantinya tidak membuat pasal-pasal yang menafsir falsafah sila-sila Pancasila menjadi norma hukum undang-undang.

Kemudian, RUU PIP hanya membahas payung hukum yang dapat mengatur wewenang, tugas, dan fungsi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam melakukan pembinaan ideologi bangsa. Ledia menyebut PKS menolak jika susunan pancasila yang sudah final diutak-atik kembali dalam RUU tersebut.

"Sikap PKS sudah jelas sejak awal," ungkap dia.

Sebagai informasi, RUU HIP didukung 7 dari 9 fraksi dan disahkan sebagai RUU inisiatif dalam rapat paripurna pada 12 Mei. Dalam dokumen risalah rapat tertanggal 22 April di situs resmi dpr.go.id, tercatat, Fraksi Partai Demokrat tak ikut dalam pembahasan rancangan yang berujung polemik ini.

Sedangkan Fraksi PKS setuju dengan catatan, RUU ini harus memasukkan ketentuan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan dan Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

"Berdasarkan pendapat Fraksi-Fraksi (F-PDI Perjuangan, F-PG, F-PGerindra, F-PNasdem, F-PKB, F-PAN, dan F-PPP) menerima hasil kerja Panja dan menyetujui RUU tentang Haluan Ideologi Pancasila untuk kemudian diproses lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tulis dokumen risalah rapat tersebut.

Meski awalnya setuju, Fraksi PAN memutuskan menarik dukungan mereka setelah polemik perundangan ini terjadi di tengah masyarakat. Mereka meminta agar rancangan ini dicabut dari program legislasi nasional.

Sejumlah pasal tersebut menuai kritikan. Banyak pihak menganggap pembahasan rancangan perundangan tersebut tidak perlu dilanjutkan, sebab RUU ini dianggap tak diperlukan oleh masyarakat.

Akhirnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah memutuskan menunda pembahasan RUU HIP. Pemerintah, kata Mahfud, meminta agar DPR untuk lebih banyak berdialog dan menyerap lebih banyak aspirasi dari masyarakat terkait rancangan perundangan tersebut.

Unjuk Rasa

Namun, penolakan terhadap RUU HIP berbuntut panjang, meski pembahasan RUU usulan DPR RI sudah ditunda. Kelompok massa yang menamakan diri Aliansi Nasional Antikomunisme mendatangi DPR RI untuk menolak pembahasan RUU HIP. Aksi ujuk rasa ini diwarnai aksi pembakaran bendera palu arit yang identik dengan simbol komunisme.

Massa menduga RUU HIP mengakomodir kebangkitan PKI. Alasannya karena tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang komunisme, dan juga konsep trisila yang menjadi salah satu pasal dalam RUU HIP yang dianggap perwujudan konsep nasionalis, agama, dan komunis (nasakom) yang diusung Bung Karno.

Tak hanya aksi demo, situs resmi DPR RI dpr.go.id diretas oleh kelompok tak dikenal yang menolak pembahasan RUU HIP. Situs resmi tersebut tak bisa diakses sekitar 4 jam.

Atas dasar itu, PDIP, sebagai salah satu pengusul RUU HIP kembali mengusulkan adanya pengubahan nomenklatur menjadi RUU PIP. Basarah mengatakan, hasil sementara draf RUU HIP dinilai terdapat kekeliruan dan kekurangan harusnya dianggap sebagai sesuatu yang wajar.

Oleh karenanya, Basarah menyebut saat ini PDIP saat ini menindaklanjuti kritik, saran dan pendapat masyarakat luas, termasuk dari MUI, PBNU, Muhammadiyah, Purnawiraan TNI/Polri dan elemen masyarakat lainnya.

"Sebuah RUU yang memang bukan hanya memenuhi azas legalitas formal tetapi juga memenuhi asas legitimasi dari masyarakat luas serta memenuhi kebutuhan hukum yang kokoh bagi tugas dan pembinaan ideologi bangsa," kata Basarah.

Anggota Fraksi PDIP DPR RI Ahmad Basarah. (Foto: Universitas Negeri Malang)

Sebagai informasi, isi Pasal 7 RUU HIP yang dipermasalahkan sebagai berikut:

Ayat (1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.

Ayat (2) Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.

Ayat (3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong royong.