Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan digugat tujuh warga di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait penanganan banjir. Menanggapi hal ini, Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayan Yuhanah mengaku siap menghadapi gugatan tersebut.

“Kami menghormati keputusan warga yang menggugat ke PTUN, karena dalam menjalani roda pemerintahan ini, kami sangat menjunjung tinggi asas hukum dan nilai-nilai demokrasi,” kata Yayan di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 25 Agustus.

Yayan menjelaskan, selumnya tujuh warga tersebut sudah menyerahkan surat keberatan mengenai penanganan banjir Jakarta kepada Anies pada tanggal 5 Maret 2021.

Anies juga telah membalas surat jawaban atas keberatan warga tersebut. Namun, ternyata warga tak puas atas surat jawaban Anies. Akhirnya, mereka menggugat Anies ke PTUN. Yayan pun mengaku mempersilakan langkah tersbeut.

"Kami sudah memberikan respons melalui surat jawaban kepada warga. Kami menghormati keputusan warga yang meresponsnya kembali dengan gugatan di PTUN. Untuk itu, kami siap menjawab gugatan tersebut di PTUN,” ujarnya.

Diketahui sebelumnya, Juru bicara Tim Advokasi Solidaritas untuk Korban Banjir, Sugeng Teguh Santoso menyebut pihaknya melayangkan gugatan penanganan banjir sebagai perwakilan tujuh warga kepada Anies ke PTUN.

Warga tersebut di antaranya Tri Andarsanti Pursita, Jeanny Lamtiur Simanjuntak, Gunawan Wibisono, Yusnelly Suryadi D, Shanty Widhiyanti, Virza Syafaat Sasmitawidjaja, dan Indra. Mereka adalah warga Jakarta yang menjadi korban banjir pada awal 2021.

Mereka memiliki tiga gugatan yang dilayangkan kepada Anies. Pertama, membangun dan meningkatkan kapasitas saluran drainase untuk mengatasi genangan air terutama di Kecamatan Tebet, Mampang, Pondok Pinang, Bintaro, Kalibata, Pasar Jumat, dan kawasan geografis cekungan/parker air, normalisasi Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Krukut, Kali Baru, Kali Mampang, Kali Cideng, Kali Ciliwung dan Kali Sekretaris.

Kedua, memulihkan kapasitas saluran aliran mantap terutama Kali Ciliwung, Kali Cakung, Kali Sunter, Kali Cipinang, Kali Buaran, Kali Jati Kramat, dan Kali Baru TImur, penataan bantaran sungai melalui penertiban bangunan illegal di bantaran Kali Ciliwung, Kali Baru Timur, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Jati Kramat dan Kali Buaran.

Ketiga, melaksanakan upaya pencegahan makro banjir Jakarta.

“Selanjutnya, pengugat juga minta majelis hakim PTUN Jakarta menghukum tergugat untuk mengganti kerugian sebesar Rp. 1.081.950.000 dan membayar biaya perkara,” kata Sugeng.

Sugeng mengaku para penggugat sebelumnya telah mengirimkan surat keberatan administratif pada 5 Maret 2021 kepada Gubernur DKI Jakarta yang kemudian ditanggapi tergugat pada 5 Mei 2021.

“Namun, tanggapan itu pada pokoknya tidak mengakomodir permohonan para penggugat sama sekali,” kata Sugeng.

Selanjutnya, para pengugat telah mengirimkan surat banding administratif pada 9 April 2021 kepada Presiden Republik Indonesia, dalam hal ini kepada Menteri Dalam Negeri sebagai atasan Gubernur DKI Jakarta.

Kemudian pada 10 Juni 2021, para penggugat menerima surat jawaban dari Sekretariat Jenderal Kemendagri yang menerangkan bahwa apa yang dimohonkan para pengugat sedang diproses bersama pemerintah daerah dan Kementerian atau Lembaga terkait.

Para pengugat melihat jawaban tersebut tidak sesuai dan tidak menjawab tuntutan mereka. Mencermati itu semua, gugatan ke PTUN menjadi langkah berikutnya.

“Secara prinsip, kami telah melakukan upaya administratif dalam sengketa Tindakan administrasi pemerintahan, yang kini merupakan kewenangan dari peradilan tata usaha negara berdasarkan PERMA No. 2/ 2019. Karena tak ada tanggapan memadai dari lembaga atau pejabat bersangkutan, kami melanjutkan dengan pengajuan gugatan di PTUN,” kata Sugeng.