<i>Update</i> COVID-19 per 25 Juni: Tak Jaga Jarak Penyebab Tingginya Kasus Positif
Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto (Yuri) (Foto: dokumen BNPB)

Bagikan:

JAKARTA - Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto (Yuri) memaparkan hasil pemeriksaan spesimen per 25 Juni. Sebanyak 19.510 sudah diperiksa dan hasilnya, kasus positif mengalami penambahan sebanyak 1.178 orang.

Dari penambahan itu, jumlah kasus positf secara akumulatif atau sejak kasus pertama ditemukan, mencapai 50.187 orang. Sementara, untuk jumlah spesimen yang sudah diperiksa sekitar 708.962 spesimen.

Kemudian, dari laporan yang diterima Gugus Tugas pusat, ada 17 provinsi yang penambahan kasus positif di bawah angka 10. Selain itu, 5 provinsi tidak menemukan kasus positif baru.

Di sisi lain, untuk kasus sembuh bertambah sebanyak 791 orang. Dengan begitu, total keseluruhan pasien sembuh mencapai 20 449 orang. Penambahan juga masih terjadi pada kasus meninggal.

Sebanyak 47 orang dinyatakan meninggal akibat COVID-19. Masih bertambahnya angka kematian, sehingga kasus meninggal berjumlah 2.620 orang.

Sejauh ini, penyebaran COVID-19 sudah terjadi di 446 Kabupaten/Kota dari 34 provinsi di Indonesia. Bahkan, angka orang dalam pemantauan (ODP) masih tinggi dengan 37.294 orang. Begitu pun pasien dalam pengawasan (PDP) yang berjumlah 13.323 orang

Tak menjaga jarak diklaim penyebab tingginya kasus positif

Merujuk pada kasus positif, setidaknya ada beberapa daerah dengan penyumbang pasien positif terbanyak. Jawa Timur, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Jawa Tengah, merupakan lima provinsi teratas dalam penambahan kasus positif per 25 Juni.

"Provinsi Jawa Timur hari ini melaporkan 247 kasus baru dan juga melaporkan 241 orang sembuh, Kemudian DKI Jakarta melaporkan hari ini 196 kasus baru dan 112, Sulawesi Selatan 103 kasus baru dengan 59 sembuh, Maluku Utara 80 kasus baru dan 1 sembuh, Jawa Tengah 78 kasus baru tidak ada laporan sembuh," ungkap Yuri di Graha BNPB, Jakarta, Kamis, 25 Juni.

Berdasarkan data tersebut, penyelidikan dari sisi epidemiologi dilakukan umtuk mencari tahu penyebab masih tingginya angka penularan atau penyebaran COVID-19. Jawabannya, hal itu disebakan tak berjalannya protokol kesehatan dengan baik dan benar.

Padahal, di masa pandemi, penerapan protokol kesehatan sangat penting untuk memutus mata rantai penularan. 

"Sebagian besar kontak erat masih dijalankan tanpa perlindungan masker, tidak menjaga jarak. Inilah fakta yang kemudian menyebabkan kasus-kasus positif masih tinggi di beberapa tempat," tegas Yuri.

Untuk itu, tak bosan-bosannya Yuri mengingatkan untuk selalu menerapkan protokol pencegahan COVID-19 dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, masa pandemi akan segera berakhir di Indonesia.

"Oleh karena itu sekali lagi kita harus meyakini terapkan kebiasaan-kebiasaan baru kita. Kita tidak boleh lagi menjalankan kebiasaan lama yang merasa aman dengan tidak menggunakan masker yang merasa aman dengan tidak menjaga jarak," pungkas Yuri.