Bagikan:

JAKARTA - Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Achmad Yurianto memparkan hasil sementara pemeriksaan spesimen per 26 Juni. Sebanyak 1.240 kasus positif baru dari pemeriksaan 22.819 orang.

Dengan demikian, total keseluruhan kasus positif mencapai 51.427 orang. Sementara, untuk total jumlah spesimen yang diperiksa sebanyak 731.781 spesimen.

Dari kasus positif baru tersebut, beberapa daerah yang sama masih menjadi penyumbang terbanyak. Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Sulawesi Selatan, menjadi beberapa di antaranya.

"Jawa Timur melaporkan kasus baru konfirmasi positif sebanyak 356, dan 193 sembuh. DKI Jakarta melaporkan 205 kasus baru dan 108 sembuh. Jawa Tengah 177 kasus baru dan belum ada laporan sembuh. Sulawesi Selatan 172 kasus baru dan 156 sembuh. Kemudian Bali 49 kasus baru dan 73 sembuh," ucap Yuri di Graha BNPB, Jumat, 26 Juni.

Kemudian, tercatat 19 Provinsi yang melaporkan penambahan kasus positif di bawah angka 10. Selain itu, ada 7 Provinsi yang melaporkan kasus sembuh lebih banyak dari kasus positif.

Beberapa di antaranya, semisal Sumatera Utara dengan 14 kasus baru dan 64 sembuh, Banten 10 kasus baru dan 13 sembuh, Kalimantan Tengah 7 kasus baru dan 29 sembuh, Bengkulu 4 kasus baru dan 10 sembuh, dan Sumatera arat 3 kasus baru dengan 10 sembuh.

Dengan penambahan kasus sembuh, total secara nasional pada hari ini sebanyak 884 orang telah bebas dari COVID-19. Sehingga total keseluruhan menjadi 21.333 orang yang sudah sembuh.

Kemudian, untuk kasus meninggal bertambah 63 orang. Dengan penambahan itu, 2.683 orang telah gugur akibat COVID-19.

"448 kabupaten kota di 34 provinsi telah terdampak COVID-19 ini. Kita masih melakukan pemantauan terhadap 38.381 orang dalam pengawasan (ODP) dan terhadap pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 13.506 orang," kata Yuri.

Lokasi rawan kasus positif

Dengan masih terjadinya penambahan kasus positif, bisa diartikan penyebaran masih tinggi. Bahkan, berdasarkan riset yang sudah dilakukan, ada beberapa tempat yang rawan terjadinya penularan

Pertama, kantor atau tempat kerja. Sebab, dalam penataan tata ruang, tak mementingkan jaga jarak aman. Sehingga, menjadi rawan terjadinya penularan.

"Setiap pekerja di kantor itu harus bisa menjaga jarak setidaknya 1,5 meter 1 dengan yang lain," kata Yuri.

Kedua, tempat makan atau restoran. Sebab, pada waktu tertentu sering terjadi penumpukan pengunjung, semisal, pada jam makam siang. Terlebih, tempat makan tersebut tak memadai untuk menerapkan jaga jarak aman.

"Sehingga jarak satu dengan yang lain tidak bisa di jaga untuk lebih dari 1,5 meter," papar Yuri.

Terakhir, potensi penularan terjadi pada transportasi masal. Bahkan, pemerintah pun sudah mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi potensi penularan.

"Beberapa saat yang lalu sesuai surat edaran nomor 8 maka kita membagi jam mulai bekerja di dua gelombang, di jam 7 -7.30 WIB dan 10-10.30 WIB. Ini dimaksudkan ini untuk memastikan bahwa kapasitas commuter bisa diisi dengan memenuhi prasyarat aman untuk menjaga jarak," pungkas Yuri.