Bagikan:

JAKARTA - Jumlah kasus COVID-19 di Provinsi Jawa Timur tertinggi se-Indonesia, yakni 17.230 kasus. Kemudian, Jawa timur juga memiliki klaster penularan yang cukup banyak, yakni 141 klaster dengan 2004 kasus.

Anggota Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah menyebut, klaster terbanyak adalah transmisi lokal di 34 klaster kabupaten/kota dengan 686 kasus. Daerah tersebut adalah Surabaya, Sidoarjo, Malang Raya, Situbondo, Gresik, Lamongan.

Lalu, Kabupaten Madiun, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Tuban, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Mojokerto, Kota Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Bojonegoro, Kota Probolinggo, dan Kabupaten Pamekasan.

"Jumlah kasus paling banyak kasus ini lokal transmisi. Ada kelompok masyarakat dalam satu wilayah area yang sama, tiba-tiba positif. Mereka enggak ada riwayat bepergian. Bisa jadi, ada seseorang yang positif akhirnya tertular di sekeliling wilayah itu," kata Dewi dalam diskusi di Graha BNPB, Jakarta Timur, Rabu, 15 Juli.

Klaster terbanyak kedua adalah pasar tradisional. Ada 31 klaster pasar dan tempat pelelangan ikan dengan 199 kasus. Dewi menyebut pasar menjadi lokasi penularan COVID-19 yang sangat rawan.

"Pasar ini potensi luar biasa. List pasarnya ada banyak di sini. Pasar itu kan potensi berkerumunnya lebih tinggi, sirkulasi udara tidak terlalu baik, sehingga angkanya tinggi," ujar Dewi.

Selain itu, ada klaster rumah sakit dengan 26 klaster yang memiliki 22 kasus terkonfirmasi positif sampai saat ini. Beberapa orang yang terinfeksi di klaster rumah sakit sudah dinyatakan sembuh.

Kluster lainnya adalah tempat kerja. Ada 20 kluster dengan 272 kasus, yakni PT HM Sampoerna, RRI, PT Sorini, PT SS. Karyawan Kedaung, PT Indo Sedati, Koperasi Situbondo, PT KML Gresik, PT Petrokimia Gresik, PT Kimia Farma Jember.

Kemudian, PT Santon, pabrik rokok ARY Tulungagung, pabrik rokok MTK, PT DLU, sopir Gojek, pabrik TK, PLTU Pacitan, Bank Mg Darmo, PT ATI, dan Bank BKN Bratang.

Dewi menjelaskan, penyebab adanya klaster tempat kerja bukan berarti penularan awal terjadi di tempat kerja. Bisa saja, kantor telah menerapkan protokol pencegahan COVID-19, namun pekerjanya tertular dalam perjalanan menuju tempat kerja. 

"Walaupun di transportasi umum mengenakan masker, tapi kadang ada kondisi yang memungkinkan kita tidak menjaga jarak, lupa mencuci tangan dan main mengusap muka," jelas Dewi.